Jumat, 14 Juli 2017

Behavior Dan Moral

A.    Behavioristik
1.      Behaviorisme Watson
Premis dasar behaviorisme watson (1913) adalah bahwa kesimpulan tentang perkembangan manusia harus didasarkan pada pengamatan perilaku terbuka daripada spekulasi tentang motif tak sadar atau proses kognitif yang tidak teramati.
Watson yakin bahwa asosiasi well learned antara stimuli eksternal dan respon yang observable (disebut kebiasaan) penghalang perkembangan manusia. Seperti John Locke, Watson memandang bayi seperti tabula rasa yang dibentuk oleh lingkungan. Anak-anak tidak memiliki kecenderungan pembawaan sejak lahir, Watson merupakan pencetus Social learning yang meyakini bahwa bagaimanapun anak-anak akan mempercayai seluruhnya pada lingkungan yang membesarkan mereka dan cara yang orang tua mereka dan orang-orang berpengaruh lainnya dalam kehidupan mereka memperlakukan mereka. Berdasarkan perspektif behavior, adalah sebuah kesalahan untuk mengasumsikan bahwa perkembangan anak-anak melalui tahap-tahap yang nyata, ditandai dengan kematangan biologis, seperti Freud (dan lainnya) telah berpendapat. Malah, perkembangan dipandang sebagai sebuah proses berkelanjutan pada pengubahan tingkah laku yang dibentuk oleh lingkungan manusia yang unik dan mungkin berbeda secara dramatis dari masing-masing orang.
Untuk membuktikan bagaimana anak-anak dapat diubah, Watson membuat ilustrasi bahwa ketakutan anak-anak dan reaksi emosional lainnya adalah didapatkan bukan bawaan sejak lahir. Dalam salah satu demonstrasi, contohnya, Watson dan Rosalie Raynor (1920) memberikan tikus putih pada anak berusia 9 bulan yang bernama Albert. Pada awalnya Albert suka bermain dengan tikus putih sebagaimana hewan piaraan lainnya. Dua bulan kemudian, dilakukan percobaan untuk menanamkan respon ketakutan. Setiap saat Albert memegang tikus putih, Watson mendekatinya untuk membuat suara gaduh dari baja dengan palu. Dan akhirnya Albert mengasosiasikan tikus putih dengan suara gaduh dan menjadi ketakutan. Berdasarkan ilustrasi tersebut, ketakutan sangat mudah untuk dipelajari.
Watson percaya bahwa anak-anak dibentuk oleh lingkungan social mereka yang membawa pesan buruk bagi orang tua – yaitu mereka yang sebagian besar bertanggung jawab untuk apa anak mereka akan menjadi. Watson memperingatkan para orang tua bahwa mereka harus mulai mendidik anak-anak mereka mulai lahir dan tidak memanjakan jika mereka berharap untuk membentuk kebiasaan baik. Ajari mereka, kata Watson.
Sejak saat itu, beberapa teori yang telah ditujukan untuk menjelaskan bagaimana kita belajar dari lingkungan social kita dan bentuk perilaku yang Watson pandang sebagai  “batu dalam bangunan besar perkembangan manusia”. Mungkin salah satu ahli teori yang lebih baik dari yang lainnya dalam mengembangkan pendekatan behavioris adalah B.F. Skinner.

2.      Teori Operant Learning Skinner (Radical Behaviorism)
Berkembang pada tahun 1953. Skinner berpendapat kepribadian terutama adalah hasil dari sejarah penguatan pribadi individu. Dasar utamanya Skinner peroleh dari analisis perilaku tikus dan merpati. Skinner menyebutkan dua pengondisian, yaitu klasik dan operan. Dalam pengondisian klasik, sebuah respon diharapkan muncul dari organisme lewat satu stimulus spesifik yang telah diketahui. Sedangkan pengondisian operan adalah proses pengubahan perilaku dimana penguatan (atau penghukuman) diperlukan bagi pemunculan perilaku tertentu.
Selama penelitiannya dengan hewan, Skinner  mencoba untuk memahami bentuk belajar yang sangat penting yang dia percayai menjadi dasar untuk bentuk organism yang paling penting. Skinner menjelaskan bahwa manusia dan hewan akan mengulang aktivitas yang menyenangkan dan akan menekan hal-hal yang tidak menyenangkan. Jadi, seekor tikus yang menekan batang dan menerima makanan lezat adalah condong untuk memperlihatkan respon itu lagi. Dalam teori Skinner, dengan bebas menghilangkan batang – respon menekan disebut sebagai Operant, dan makanan yang memperkuat responnya disebut reinforcer. Dengan cara yang sama, seorang perempuan mungkin membentuk kebiasaan menunjukkan perasaan kasihan jangka panjang terhadap teman yang menderita jika orang tua secara konsisten mereinforce tingkah laku baiknya dengan hadiah, atau remaja lelaki yang seharusnya menjadi lebih rajin belajar dalam tingkat yang lebih tinggi. Punishers, adalah konsekuensi yang menahan respond dan mengurangi kemungkinan bahwa itu akan terjadi di masa yang akan datang. Jika tikus telah direinforse untuk menekan batang yang tiba-tiba memberikan rasa sakit setiap kali ia menekan batang, kebiasaan “menekan batang” akan menjadi hilang. Seperti remaja perempuan yang dimarahi setiap kali dia pulang melebihi jam malam akan lebih suka pulang tepat waktu.
            Skinner meyakini bahwa perilaku setiap manusia memperkuat hasil dari pengalaman operant-learning keunikan kita. Tingkah laku agresif seorang lelaki mungkin tereinforse karena temannya memberi penguatan ancaman. Lelaki lain mungkin menjadi relative tidak aggressive karena temannya secara aktif menekan sikap agresif tersebut. Dua orang ini mungkin menjadi arah yang sama sekali berbeda berdasarkan perbedaan sejarah reinforce dan punishment mereka. Menurut Skinner tidak perlu membicarakan “tahap agresif” dalam perkembangan anak atau “insting negative” dalam menjadi manusia. Dia menyatakan bahwa sebagian besar perilaku yang anak-anak peroleh  - respon yang terdiri dari “kepribadian” and membuat kita unik – adalah secara bebas memancarkan operant yang telah dibentuk oleh konsekuensi mereka. Jadi, teori operant learning Skinner mengklaim bahwa arah yang kita bangun sangat tergantung pada stimuli eksternal (reinforce dan punisher) daripada kekuatan internal seperti insting, dorongan, atau kedewasaan biologis.
            Para pengembang telah menilai bahwa perilaku manusia bisa mengambil banyak bentuk dan kebiasaan tersebut bisa muncul dan hilang, tergantung pada apakah mereka punya konsekuensi positif dan negative. Operant Conditioning adalah bentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan diulangi (Santrock, 2007). Operant Conditioning juga memiliki beberapa prinsip, yaitu : 
a.       Reinforcement (penguat atau imbalan)
Reinforcement adalah konsekuensi yang akan meningkatkan probabilitas suatu perilaku terjadi lagi (McCown, Drescol, & Roop, 1996). Ada dua bentuk reinforcement :
-          Reinforcement positive (reward), yaitu stimulus yang akan memperkuat perilaku dimana frekuensi perilaku akan meningkat karena diikuti dengan stimulus yang menyenangkan,
-          Reinforcement negative, yaitu stimulus yang akan memperkuat perilaku dimana frekuensi perilaku akan meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang tidak menyenangkan.
Reinforcement, baik positif maupun negatif, dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu (McCown, dkk., 1996) :
-          Primary reinforcement, yaitu stimulus yang berupa pemenuhan kebutuhan biologis yang sifatnya tanpa perlu dipelajari,
-          Secondary reinforcement, yaitu stimulus yang bukan pemenuhan biologis yang sifatnya harus dipelajari,
-          Pairing, yaitu stimulus yang merupakan gabungan dari primary reinforcement dan secondary reinforcement. Dengan kata lain, ada dua penghargaan sekaligus yang diberikan kepada individu. 
b.      Punishment (hukuman)
Punishment adalah stimulus tidak menyenangkan yang akan menurunkan terjadinya perilaku (McCown, dkk., 1996). Beberapa perilaku memerlukan suatu perubahan yang sifatnya segera. Perubahan ini memerlukan suatu tindakan yang terkadang membuat individu merasa terancam secara fisik dan psikis. Hukuman adalah sesuatu yang mempresentasikan suatu stimulus baru, yang bagi individu dianggap sebagai hal yang tidak menyenangkan atau tidak diinginkan.  Hukuman yang diberikan dapat berupa hukuman fisik dan psikis. Beberapa format hukuman yang efektif dalam mengurangi perilaku yang bermasalah adalah:
-          Secara Verbal, yang dapat lebih efektif ketika disampaikan saat itu juga, dekat dengan perilaku yang tidak diinginkan, serta dilakukan tidak secara emosional,
-          Secara Non Verbal, misalnya kontak mata atau muka merengut.
Dari dua prinsip dasar operant conditioning tersebut, reinforcement dianggap memiliki pengaruh yang lebih kuat dalam membentuk perilaku yang diinginkan. Namun, reinforcement sebaiknya diberikan berdasarkan suatu aturan tertentu. Berikut beberapa macam pemberian reinforcement (Leffrancois, 2000):
a.       Continuous Reinforcement, yaitu reinforcement yang diberikan pada setiap respon yang benar.
b.      Intermitten atau Partial Reinforcement, yaitu reinforcement yang tidak diberikan pada setiap respon benar, tetapi bervariasi menurut 2 kategori :
-          Pemberian penguatan berdasarkan jumlah respon (ratio schedule) 
-          Pemberian penguatan berdasarkan selang waktu (interval schedule). 
Waktu pemberian reinforcement dengan ratio atau interval schedule ini masih dapat dibedakan menjadi 2, yaitu fixed schedule dan random/variable schedule.

3.      Prinsip-Prinsip dalam Pendekatan Behavior
Adapun beberapa prinsip dalam pendekatan behavior, yakni sebagai berikut:
a.       Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan.  Agar klien terdorong untuk merubah tingkah lakunya penguatan tersebut hendaknya mempunyai daya yang cukup kuat dan dilaksanakan secara sistematis dan nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku klien.
b.      Mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan
c.       Memberikan penguatan terhadap suatu respon yang akan mengakibatkan terham-batnya kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan
d.      Mengkondisikan pengubahan tingkah laku melalui pemberian contoh atau model (film, tape recorder, atau contoh nyata langsung)
e.       Merencanakan prosedur pemberian penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan dengan sistem kontrak.

4.      Tingkah Laku Bermasalah
Menurut Latipun (2008: 135) menyatakan bahwa perilaku yang bermasalah dalam pandangan behavioris dapat dimaknai sebagai perilaku atau kebiasaan-kebiasaan negative atau perilaku yang tidak tepat, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Sedangkan menurut Feist & Feist (2008: 398) menyatakan bahwa perilaku yang tidak tepat meliputi:
a.       Perilaku terlalu bersemangat yang tidak sesuai denga situasi yang dihadapi, tetapi mungkin cocok jika dilihat berdasarkan sejarah masa lalunya.
b.      Perilaku yang terlalu kaku, digunakan untuk menghindari stimuli yang tidak diinginkan terkait dengan hukuman,
c.       Perilaku yang memblokir realitas, yaitu mengabaikan begitu saja stimuli yang tidak diinginkan.
d.      Pengetahuan akan kelemahan diri yang termanifestasikan dalam respon-respon-respon menipu diri.

B.     Teori Belajar Sosial
Albert Bandura yang memperkenalkan teori kognitif-behavioral, merupakan professor psikologi dari Universitas Stanford California. Ia sepakat pada pandangan Skinner bahwa operant conditioning adalah tipe pembelajaran yang efektif, khususnya pada hewan. Namun, Bandura menekankan bahwa manusia adalah mahluk kognitif (yang aktif memproses informasi) tidak seperti hewan, manusia sering berpikir mengenai hubungan antara perilaku mereka dan consequences, dan lebih sering berperilaku berdasarkan berdasarkan “believe” tentang hal yang akan terjadi dibandingkan dengan pengalaman. Contohnya, ketika seseorang menempuh suatu studi (pendidikan). Kita menyadari bahwa pendidikan kita itu mahal dan menghabiskan waktu serta terkadang kita merasakan banyak tuntutan dibandingkan kepuasan didalam menjalani pendidikan tersebut. Namun, kita bisa mentolerir hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut karena kita mungkin mempertimbangkan reward yang besar yang akan kita terima ketika berhasil menempuh pendidikan tersebut. Perilaku tersebut tidak dipengaruhi karena adanya consequence yang sifatnya segera diperoleh, jika demikian banyak siswa yang tidak akan bersusah payah untuk menenpuh ujian dan tes masuk universitas. Akan tetapi, kita tetap menjalani peran sebagai siswa karena kita memikirkan keuntungan jangka panjang dari pendidikan dan memutuskan bahwa ujian-ujian ini adalah cost  yang harus kita bayarkan dari keuntungan jangka panjang tesebut.
1.      Konsep Dasar
Richard Nelson-Jones (1982) menjelaskan ada tiga konsep dasar dari teori belajar social dari Bandura yakni sebagai berikut:
a.             Reciprocal determinism
Dalam pandangan Skinneran, memandang bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungan. Namun, Bandura memandang konsep ini terlalu sederhana dan tidak bisa menjelaskan kasus yang sedang ditelitinya, sehingga dia menambahkan rumusan baru. Menurutnya, lingkungan memang membentuk perilaku, namun perilaku juga membentuk lingkungan. Konsep ini disebut dengan reciprocal determinism, yaitu dunia dan perilaku seseorang itu saling memperngaruhi (Boeree, C. George, 1997).
Tiga paradigm untuk mengkonseptualisasikan perilaku manusia yakni lingkungan (environmental), personal, dan reciprocal determinism. Didalam paradigm environmental determinism, yang dipaparkan oleh Skinnerian, behavior (B) adalah consequence (F) dari lingkungan (E), yang bisa dirumuskan [B=F(E)].  Paradigma teori belajar social memandang bahwa perilaku manusia (B) adalah bentuk dari hubungan timbal balik secara terus menerus antara kognitif behavioral/Person (P) dan lingkungan (E), atau bisa digambarkan sebagai berikut:


b.            Mediating cognitive processes
Richard Nelson-Jones mendefinisikan kognitif sebagai “cognitive event are, among other, imagery, representation of experience in symbolic form and thought processec” . Sedangkan Boeree menganggap kognitif sebagai proses psikologis yang berisi kemampuan kita untuk menyenangkan berbagai citra (images) dalam pikiran dan bahasa kita. Pada awal klasikal maupun operant conditioning dapat digambarkan dengan model S à R atau Stimulus à Respon, sedangkan konsep Bandura adalah S à O à R atau Stimulus à Organism’s mediating cognitive processes à Respon. Pola ini menggambarkan bahwa respon diberikan timbul tidak semata-mata karena ada stimulus namun melalui proses kognitif. Oleh karena itu, aliran Bandura tidak lagi dikatakan sebagai behavior murni, dan mulai beralih menjadi kognitivis.
c.             Human nature
 Manusia tidaklah terlahir berbagai perilaku (sehari-hari) kecuali untuk reflex dasar, oleh karena itu haruslah dipelajari. Factor biologis, bagaimanapun mempengaruhi keterbatasan proses belajar. Contohnya gen dan hormone mempengaruhi perkembangan fisik yang pada akhirnya mempengaruhi behavioural potentialities.

2.      Pembelajaran Observasional (Modeling)
Teori Bandura mengenai pembelajaran observasional mengasumsikan bahwa seorang observer dapat membangun gambar atau representasi symbol dari perilaku model dan kemudian menggunakan mediator ini untuk mengasilkan apa yang ia saksikan. Teori observasional atau modeling ini biasa juga disebut teori pembelajaran social.
Di dalam proses pembelajaran social (modeling) terdapat empat komponen:
a.       Proses atensi. Jika seseorang belajar melalui modeling hal yang penting bahwa mereka memberi perhatian untuk secara akurat memperoleh perilaku yang dimodeling (dicontohkan).
b.      Proses retensi (ingatan). Untuk modeling yang efektif harus mampu mempertahankan ingatan/mengingat apa yang diperhatikan.
c.       Reproduksi. Ditahap ini, seseorang harus menerjemahkan citraan atau deskripsi tadi ke dalam perilaku actual. Variabel yang mempengaruhi di dalam proses reproduksi perilaku adalah kemampuan atau kapasitas observer secara phisycal.
d.      Motivasi. Seseorang tidak akan melakukan apapun yang mereka lihat jika tidak ada dorongan atau motivasi didalam diri untuk meniru. Seorang observer kemungikan besar akan mengadopsi perilaku model jika (a) memperoleh reward eksternal, (b) adanya nilai positif dari dalam, dan (c) telah diamati bahwa sang model mendapatkan reward.

3.      Regulasi Diri
Regulasi diri adalah kemampuan mengontrol perilaku sendiri. Kemampuan regulasi diri ini adalah salah satu dari sekian penggerak utama kepribadian manusia. bandura menawarkan tiga tahap yang terjadi dalam proses regulasi diri ini.
a.       Pengamatan diri. Kita melihat diri dan perilaku kita sendiri, serta terus mengawasinya.
b.      Penilaian. Kita membandingkan apa yang kita lihat pada diri dan perilaku kita dengan standar ukuran. Misalnya, kita bisa membandingkan perilaku kita dengan standar-satandar tradisional seperti “tata-krama”, atau kita bisa membuat standar sendiri.
c.       Respon diri. Jika kita telah membandingkan diri dan perilaku kita dengan standar ukuran tertentu, kita dapat memberi imbalan respon-diri pada diri sendiriJika kita telah membandingkan diri dan perilaku kita dengan standar ukuran tertentu, kita dapat memberi imbalan respon-diri pada diri sendiri juga dengan respon diri. Bentuk respon diri ini bisa bermacam-macam, mulai dari yang sangat jelas (misalnya bekerja keras atau belajar sampai larut malam) sampai pada bentuk implisit (seperti perasaan bangga atau malu).


SUMBER  BACAAN

Boeree, C. George. 1997. Personality Theory. Terjemahan Inyiak Ridwan Muzir. 2007. Jogjakarta: Prismasophie.
Feist, Jess & Gregory J. Feist. 2008. Theories of Personality. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Hipiteuw, Imanuel. 2009. Belajar & Pembelajaran. Malang: FIP UM
Latipun. 2008. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press.
Nelson Jones, Richard. 1982. The Theory and Practice of Counseling Psychology. Great Britain: The Pritman Press.
Santrock, John W. 2007. Remaja. Jakarta: Erlangga.
Shaffer, David R. 2005. Social and Personality Development. 5th Edition. United States of America.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar