TEORI PERKEMBANGAN PERSEPTUAL,
EKOLOGIS DAN ETOLOGIS
Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Bimbingan Konseling Pribadi Sosial
Dosen Pengampu Dr.
M. Ramli, M.A.
OLEH:
AMIRUDDIN
DHIMAZ YUDHISTYA
PASCASARJANA BIMBINGAN DAN KONSELING
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2013
A. Latar Belakang
kehidupan Gibson
Elanor Jack Gibson, lahir di Pearia, Illinois, Amerika
Serikat pada 7 Desember 1910. Ia menyelesaikan pendidikan terakhirnya di
Universitas Yale dan menerima gelar Ph.D. pada tahun 1938, kemudian
menghabiskan sebagian besar waktunya sebagai pengajar di Universitas Cornel,
New York. Terakhir ia pindah ke Universitas Middlebury dan pensiun tahun 1980.
Gibson adalah seorang ahli psikologi perkembangan yang telah
mencurahkan seluruh perhatiannya pada penilitian selama hampir enam puluh
tahun. Fokus utama dalam penelitian Gibson adalah perkembangan perseptual pada
bayi. Ia terkenal dengan teorinya yang mengatakan bahwa kita menerima
rangsangan ketika kita dapat mengenal ciri-ciri spesifik rangsangan tersebut.
Ia adalah istri dari psikolog James Jerome Gibson yang merupakan psikolog
terpenting selama abad ke-20 dalam bidang persepsi visual. Jadi, dapat
dikatakan Elanor Jack Gibson meneruskan teori perkembangan perseptual suaminya.
Ia meninggal Coloumbia, California, Amerika Serikat pada 30 Desember 2002.
B.
Pengertian Perseptual
Persepsi
merupakan fungsi dan cara seseorang memandang sesuatu. Menurut Gibson, persepsi
adalah kemampuan seseorang dalam menggambarkan rangsangan atau obyek psikologis
seperti gagasan, kejadian atau situasi tertentu yang ditangkap melalui panca
indranya (melihat, mendengar, merasakan, meraba dan mencium) secara terpisah-pisah
atau serentak sehingga didapatkan gambaran yang jelas atau respon Nseseorang
tentang rangsangan yang diterimanya dan menjadi dasar perilaku seseorang. Hal
ini dikarenakan persepsi bertautan dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus
tentang kejadian pada saat tertentu, maka persepsi terjadi kapan saja stimulus
atau rangsangan menggerakkan indera. Jadi, segala sesuatu yang mempengaruhi
persepsi seseorang maka akan mempengaruhi pula perilaku yang dipilihnya.
Persepsi ternyata banyak melibatkan kegiatan kognitif, orang
telah menentukan apa yang telah akan diperhatikan. Setiap kali kita memusatkan
perhatian lebih besar kemungkinan tak akan memperoleh makna dari apa yang kita
tangkap, lalu menghubungkannya dengan pengalaman yang lalu, dan dikemudian hari
akan diingat kembali.
Kesadaran juga mempengaruhi persepsi, bila kita dalam
keadaan bahagia, maka pemandangan yang kita lihat akan sangat indah sekali.
Tetapi sebaliknya, jika kita dalam keadaan murung, pemandangan yang indah yang
kita lihat mungkin akan membuat kita merasa bosan, ingatan akan berperan juga
dalam persepsi. Indra kita akan secara teratur akan menyimpan data yang kita
terima, dalam rangka memberi arti. Orang cenderung terus-menerus untuk
membanding-bandingkan penglihatan, suara dan penginderaan yang lainnya dengan
ingatan pengalaman lalu yang mirip. Proses informasi juga mempunyai peran dala
persepsi. Bahasa jelas dapat memengaruhi kognisi kita, memberika bentuk secara
tidak langsung seorang mempersepsi dunianya.
Dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi
merupakan suatu proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan
menginterpretasikan masukan-masukan informasi dan pengalaman-pengalaman yang ada
dan kemudian menafsirkannya untuk
menciptakan keseluruhan gambaran yang berarti.
C. Perkembangan
Perseptual
Perkembangan
perseptual merupakan suatu keterampilan yang dipelajari, maka proses pengajaran
dapat memberikan dampak langsung terhadap kecakapan perseptual. Namun
perkembangan perseptual individu juga dipengaruhi faktor hereditas (keturunan)
dan lingkungan.
Aktivitas perseptual pada dasarnya
merupakan proses pengenalan individu terhadap lingkungannya. Ada tiga proses
aktivitas perseptual yang perlu dipahami yakni:
- Sensasi
Sensasi adalah peristiwa penerimaan informasi oleh indra
penerima. Sensasi berlangsung di saat terjadi kontak antara informasi dengan
indra penerima. Maka dari itu, dalam sensasi terjadi deteksi informasi secara
indrawi. Misalnya, sensasi pengelihatan mendapatkan informasi berupa gambar
yang kemudian diteruskan ke syaraf penglihatan.
- Persepsi
Persepsi adalah interpretasi terhadap informasi yang
ditangkap oleh indra penerima. Persepsi merupakan proses pengolahan lebih
lanjut dari aktivitas sensasi. Misalnya, seorang anak yang mendapatkan
informasi gambar lewat mata menjadi tahu kalau itu gambar binatang
- Atensi
Atensi mengacu kepada kemampuan untuk memilih atau menyaring
persepsi. Dengan atensi, kesadaran seseorang bisa hanya tertuju pada satu objek
dengan mengabaikan objek-objek lainnya. Misalnya, karena anak tersebut melihat
gambar binatang maka dia tidak melihat gambar yang lainnya dan hanya tertuju
dengan satu objek.
Gibson
(1990) mengemukakan ada serangkaian fase dalam perkembangan perseptual selama
masa infancy (masa pertumbuhan). Fase ini bukan merupakan fase yang kaku karena
fase-fase tersebut saling tumpang tindih dalam waktu dan situasi. Pada setiap
fase ini, anak menggunakan kemampuan-kemampuan motorik yang telah dimilikinya
untuk mengeksplorasi lingkungan.
D. Tahapan
Perkembangan Perseptual
Secara umum, ada 3 (tiga) tahap
perkembangan perseptual pada masa infancy (masa pertumbuhan) (Gibson, 1990),
yaitu :
1. Tahap
Pertama (awal kelahiran – 4 bulan)
Bayi
telah mampu mengendalikan kepala dan seluruh badannya sehingga bayi akan dapat
mengarahkan penglihatan dan pendengarannya kepada objek-objek yang dijumpai.
2. Tahap
kedua (4 bulan – 7 bulan)
Pada
tahap ini bayi telah mampu mengendalikan lengan dan tangannya, sehingga bayi
dapat menjangkau dan menggenggam benda-benda.
3. Tahap
ketiga (8 bulan – 12 bulan)
Pada tahap ini perhatian bayi meluas kepada susunan stimulus
yang lebih luas karena bayi sudah dapat merangkak, berpindah-pindah tempat
(locomotion), serta mengeksplorasi hal-hal yang ada dibalik penghalangnya.
E. Perkembangan
Persepsi
Dalam psikologi Gibsonian, konsep
eksplorasi sebagai aspek penting dari persepsi. Gibson menyamakan persepsi
terhadap aktivitas, atau keterampilan aktif yang digunakan untuk memperoleh
informasi tentang lingkungan. Gibson mengatakan bahwa persepsi aktif, bukan
pasif. Dalam hal ini eksplorasi, tidak hanya menerima eksplorasi gerakan mata,
kepala, dan bahkan eksplorasi lokomotor dalam pemikiran mungkin sekitar semua
sebagai sebuah pencarian untuk informasi lebih lanjut.
Secara tradisional, persepsi telah
dianalisis dalam hal versus proksimal rangsangan distal. Artinya, foton
distal merangsang fotoreseptor retina proksimal, pikiran menafsirkan informasi
ini. Kerangka alternatif yang diusulkan Gibson berusaha untuk menganalisis
stimulus yang merangsang organisme, bukan retina. Dengan demikian,
psikologi Gibsonian berusaha untuk menjelaskan persepsi dalam hal suatu
organisme aktif menjelajahi lingkungan dan mendapatkan informasi tentang kata
lingkungan untuk tujuan evolusi, sebagai lawan menjadi responden pasif hanya
terhadap rangsangan fisik memukul retina.
Lingkungan terdiri dari semacam
reservoir stimulus mungkin bagi kedua persepsi dan tindakan, cahaya, panas,
suara, gravitasi, dan kontak potensial dengan benda-benda yang mengelilingi
individu lautan energi telah variabel pola dan urutan yang dapat didaftarkan
oleh organ akal. Gibson mengusulkan bahwa perbedaan mendasar tidak antara
tingkat yang berbeda atau bentuk stimulus dalam persepsi, melainkan antara mode
aktivitas perilaku sukarela / persepsi versus stimulasi memaksakan.
Perbedaan berada di bekas rangsangan
diperoleh oleh organisme aktif pada tingkat fungsional. Gibson yakin bahwa
persepsi adalah cara dimana pengamat tetap berhubungan dengan hal-hal berharga
sekitar mereka sehingga menyebabkan penolakan, bukan hanya dari behaviorisme,
tetapi teori penyebab persepsi juga. Dia datang untuk mempertimbangkan persepsi
kegiatan individu termotivasi, bukan hasil dari sebab-sebab fisik menimpa tubuh
yang di dalamnya pikiran terjebak. Berikut ini akan dijelaskan
perkembangan persepsi menurut Gibson, yaitu :
1. The perception of the Visual World (Persepsi awal tentang Dunia Visual)
Persepsi ini menjelaskan tentang ide persepsi langsung dari
lingkungan di sekitar kita. Gibson menentang respon psikologi ini, pertama-tama
dengan menggunakan metodologi penelitian dualisme, dan kedua, dengan
mengedalilkan kerangka teoritis untuk hasil penelitiannya. Dalam karya
klasiknya, Persepsi Dunia Visual (1950), ia menolak teori behaviorisme
dan pendekatan klasik dan orang lain yaitu persepsi untuk melihat berdasarkan
karya eksperimental teorinya memelopori gagasan bahwa sampel pengamat informasi
dari dunia visual luar menggunakan sistem perseptual aktif bukan pasif, dan
menerima masukan melalui mereka indera dan kemudian memproses input ini untuk
mendapatkan sebuah konstruksi dunia. Bagi Gibson, dunia itu berisi invarian
informasi yang dapat diakses secara langsung ke sistem persepsi manusia dan
hewan yang menyesuaikan diri untuk mengambil informasi ini melalui persepsi
langsung.
Dalam hal persepsi visual, beberapa orang benar-benar dapat
melihat perubahan persepsi dalam mata batin mereka. The esemplastic alam
telah ditunjukkan oleh percobaan sebuah gambar ambigu memiliki beberapa
interpretasi pada tingkat persepsi. Salah satu objek dapat menimbulkan banyak
persepsi. Masalah ini berasal dari kenyataan bahwa manusia tidak dapat memahami
informasi baru, tanpa kebiasaan yang melekat pada pengetahuan mereka
sebelumnya. Dengan pengetahuan seseorang dapat menciptakan realitas atau kebenaran, karena manusia hanya dapat memikirkan hal yang
telah terbuka.
Ketika melihat obyek tanpa pemahaman, pikiran akan mencoba untuk
meraih sesuatu yang sudah dilihatnya. Hal itu paling erat hubungannya dengan
pengalaman asing dari masa lalu kita, membentuk apa yang kita lihat, ketika
kita melihat hal-hal yang tidak kita pahami. Ambiguitas persepsi tidak terbatas
pada visi. Sebagai contoh, baru-baru ini menyentuh persepsi penelitian Robles De La Torre &
Hayward 2001 menemukan bahwa kinesthesia berdasarkan persepsi haptic sangat bergantung pada kekuatan
alami selama sentuh. Teori kognitif persepsi menganggap ada kemiskinan stimulus. Dengan mengacu pada persepsi
klaim, sensasi datang dengan sendirinya, tidak
mampu memberikan deskripsi yang unik di dunia. Sensasi membutuhkan peran model
mental dari seseorang.
2. The Senses Considered as Perceptual
System (Indra
yang dianggap sebagai Sistem perceptual)
Persepsi isi menyajikan jenis yang ada di lingkungan sebagai
asal persepsi. Selama seperempat abad ini, Gibson memuat tulisan yang
signifikan banyak bersama dengan istrinya, Eleanor J. Gibson. Mereka menolak
penjelasan persepsi melalui Behavioristik asumsi bahwa asosiasi stimulusrespons
account untuk semua bentuk pembelajaran, termasuk pembelajaran persepsi. Mereka
berpendapat bahwa belajar adalah persepsi yang melihat lebih banyak kualitas
untuk membedakan stimulus di lingkungan, bahwa pandangan itu adalah akuisisi
baru, lebih berbeda, ada tanggapan yang berkaitan dengan stimulus.
Gibson mempelajari persepsi yang terdiri dari 2 variabel,
yaitu menanggapi rangsangan fisik yang sebelumnya tidak menanggapi. Serta
belajar yang seharusnya selalu menjadi bahan perbaikan untuk berhubungan dekat
dengan lingkungan. Gibson menyajikan teori persepsinya dalam The Senses
Considered as Perceptual System (1966). Hal ini dimulai dengan seluruh
organisme yang perseptor, ia dimulai dengan lingkungan yang akan dirasakan.
Jadi, munculnya pertanyaan-pertanyaan tidak karena perseptor construct dunia
dari input sesorik dan pengalaman masa lalu, melainkan informasi apa yang
langsung tersedia di lingkungan ketika seseorang atau hewan berinteraksi
dengannya.
Gibson menyarankan bahwa sistem persepsi yang peka terhadap
invariants dan variabel dalam lingkungan secara aktif mencari melalui
interaksi. Bagi Gibson, lingkungan berisi informasi yang obyektif, yang
memungkinkan pengakuan atas sifat permukaan, benda. Kritis dengan model Gibson
adalah persepsi yang merupakan proses aktif, melibatkan gerakan. Invariants
inilah yang memungkinkan pengamat untuk melihat lingkungan dan objek di
dalamnya, dan invariants ini adalah bagian dari lingkungan sehingga persepsi
tidak hanya secara langsung tetapi pandangan dunia yang akurat.
Gibson menolak pendekatan tradisional yang secara alami,
melainkan bahwa obyek persepsi dalam diri berarti makna tambahan melalui proses
mental yang lebih tinggi seperti kognisi atau memori. Pendekatan Gibson sangat
berbeda. Ia berargumen bahwa makna eksternal untuk perseptor terletak pada apa
yang diamati oleh lingkungan.
- The Ecological Approach to
Visual Perception
(Pendekatan ekologis untuk Visual Persepsi)
Selama beberapa tahun terakhir, banyak peneliti perkembangan
perseptual pada bayi yang dituntun oleh pandangan ekologi dari Eleanor dan
James J. Gibson. Persepsi ini mencerminkan perkembangan pemikiran dan penekanan
pada makna melalui interaksi antara persepsi dan tindakan, affordances
lingkungan hidup. Gibson menggunakan pendekatan ekologi untuk persepsi, yang
didasarkan pada interaksi antara pengamat dan lingkungan. Beliau menciptakan
istilah affordance yang berarti kemungkinan interaktif dari suatu obyek
atau lingkungan tertentu. Konsep ini telah banyak memberikan pengaruh dalam
bidang desain dan ergonomis, serta bekerja dalam konteks interaksi antar
manusia-mesin.
Gibson mengatakan bahwa kita tidak harus mengambil sebagian
data dari sensasi dan membuat gambaran dalam pikiran kita. Untuk sistem
perseptual kita dapat memilih dari informasi yang banyak disediakan oleh
lingkungan. Menurut pandangan ekologi Gibson, kita secara langsung
mempersepsikan informasi yang ada di dunia sekitar kita. Persepsi membuat kita
memiliki hubungan dengan lingkungan untuk berinteraksi dan beradaptasi terhadap
lingkungan tersebut. Persepsi dibuat untuk tindakan. Persepsi memberi orang
informasi tentang cara atau tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh
seseorang dalam kehidupannya.
Persepsi ekologi pendekatan James J. Gibson menolak asumsi kemiskinan stimulus dengan menolak gagasan bahwa
persepsi berbasis sensasi. Ia menyelidiki informasi apa yang sebenarnya
disajikan kepada sistem persepsi. Dia dan para psikolog yang bekerja di dalam
memikirkan bagaimana dunia bisa ditetapkan mengeksplorasi melalui
proyeksi yang sah dari informasi tentang dunia. Spesifikasi merupakan pemetaan
1:1 dari beberapa aspek dunia ke dalam persepsi diberikan seperti pemetaan,
pengayaan tidak diperlukan dan persepsi adalah persepsi langsung.
Salah satu eksperimen psikologi klasik menunjukkan waktu
reaksi jawaban lebih lambat dan kurang akurat ketika setumpuk kartu bermain dibalik warna sesuai simbol untuk beberapa kartu
(misalnya sekop merah dan hati hitam). Terdapat juga bukti bahwa otak dalam
beberapa hal beroperasi pada sedikit keterlambatan, untuk memungkinkan
impuls saraf dari bagian tubuh yang jauh yang akan diintegrasikan ke dalam
sinyal simultan.
Pemahaman ekologi persepsi yang berasal dari Gibson karya awal adalah persepsi in
action, pengertian bahwa persepsi adalah properti syarat tindakan bernyawa.
Tanpa persepsi tindakan akan berjalan, dan tanpa persepsi tindakan tidak akan
bermanfaat. Animasi tindakan membutuhkan baik persepsi dan gerak, dan persepsi
dan gerakan dapat digambarkan sebagai dua sisi mata uang yang sama, koin adalah
tindakan. Gibson bekerja dari asumsi tersebut, bahwa entitas tunggal, yang ia
sebut invarian, sudah ada di dunia nyata dan bahwa semua proses persepsi
ini adalah untuk rumah di atas mereka.
Pandangan yang dikenal sebagai konstruktivisme (yang dimiliki oleh filsuf seperti Ernst von Glasersfeld ) menganggap penyesuaian
terus-menerus persepsi dan tindakan untuk input eksternal sebagai tepat apa
merupakan entitas, yang karenanya jauh dari invarian sedang. Glasersfeld
menganggap sebuah invarian sebagai target yang harus ada dan kebutuhan
pragmatis untuk memungkinkan suatu langkah awal pemahaman akan didirikan
sebelum memperbarui bahwa pernyataan bertujuan untuk mencapai invarian tidak
dan tidak perlu mewakili aktualitas. Teori konstruksionis sosial sehingga
memungkinkan untuk penyesuaian evolusi yg diperlukan.
BAB II
Teori Perkembangan Ekologi
Ekologi adalah cabang sains yang mengkaji habitat dan
interaksi di antara benda hidup dengan alam sekitar. Ekologi berasal dari oikos
yaitu habitat dan logos yaitu ilmu. Kini, istilah ekologi telah digunakan
secara meluas dan merujuk kepada kajian saling hubungan antara organisme dengan
sekitar dan juga saling hubungan di kalangan organisme itu sendiri.
Penyelidikan ekologi biasanya menumpu pada jumlah organisme dan bagaimana
saling mempengaruhi ciri dan sifat alam sekitar, juga pengaruh alam sekitar
terhadap organisme tersebut. Dalam psikologi teori ekologi dengan tokohnya Urie Bronfenbrenner yang berparadigma
lingkungan menyatakan bahwa perilaku
seseorang (contoh perilaku malas belajar pada anak) tidak berdiri sendiri,
melainkan dampak dari interaksi orang yang bersangkutan dengan lingkungan di
luarnya. Saat ini kita merasakan perubahan lingkungan dengan sangat cepat dan drastis di segala macam aspek.
Para ilmuwan, setelah menganalisis situasi yang dahsyat di
seluruh dunia menyimpulkan bahwa saat ini kita sedang memasuki era
Postmodemism. Dalam zaman ini tidak ada
lagi pusat-pusat kekuasaan. Tidak ada tokoh, aliran, partai politik, ideologi
dan sebagainya yang mampu menonjol atau menonjol atau dominan dalam waktu yang
cukup lama. Perubahan – perubahan ini mempengaruhi perkembangan seseorang.
Adapun lingkungan diluar diri yang mempengaruhi pribadi seseorang terdiri dalam
berbagai lingkaran yang berlapis-lapis.
Teori ekologi memandang bahwa, perkembangan manusia
dipengaruhi oleh konteks lingkungan. Hubungan timbal balik antara individu
dengan lingkungan yang akan membentuk tingkah laku individu tersebut. Teori
ekologi yang paling terkenal dan memiliki implikasi luas untuk memahami
bagaimana lingkungan berpengaruh kepada individu adalah teori yang diungkapkan
oleh Urie Bronfenbrenner.
Menurut Brenfenbenner, bahwa perkembangan dipengaruhi oleh
lima system lingkungan, yang berkisar antara lima konteks kasar mengenai
interaksi langsung dengan orang-orang hingga konteks budaya berdasar luas. Lima
system itu adalah mikrosistem,
mesosistem, eksosistem, makrosistem, dan kronosistem.
A. Mikrosistem
Mikrosistem adalah lingkungan di mana individu tinggal. Ini
meliputi keluarga seseorang, teman sebaya, sekolah dan tetangganya. Dalam
mikrosistem ini, interaksi yang paling langsung dengan alat sosial, seperti
keluarga, teman sebaya, guru dan sebagainya. Pengaruh mikrosistem (keluarga)
terhadap perkembangan Sosioemosional umur 2-5 tahun:
- Gaya Pengasuhan & Tipe
pengasuhan:
a. Pengasuhan Otoriter
ialah
suatu gaya membatasi dan menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti
perintah-perintah orang tua dan menghormati pekerjaan dan usaha. Orang tua yang
otoriter menetapkan batas-batas yang tegas dan tidak memberi peluang yang besar
pada anak-anak untuk berbicara. Pengasuhan yang otoriter diasosiasikan dengan
inkompetensi sosial anak-anak.
b. Pengasuhan Otoritatif
mendorong
anak-anak agar mandiri tetapi masih menetapkan batas-batas dan pengendalian
atas tindakan-tindakan mereka. Musyawarah verbal yang ekstensif dimungkinkan,
dan orang tua memperlihatkan kehangatan serta kasih sayang kepada anak-anak.
Pengasuhan yang otoritatif diasosiasikan dengan kompetensi sosial anak-anak.
c. Pengasuhan Permisif
Permisif indifferent yaitu suatu gaya di mana orang tua
sangat tidak terlibat dalam kehidupan
anak. Tipe pengasuhan ini diasosiasikan dengan inkompetensi sosial anak
khususnya kurang kendali diri. Permisif
indulgent yaitu suatu gaya pengasuhan di mana orang tua sangat terlibat
dalam kehidupan anak-anak mereka tetapi menetapkan sedikit batas atau kendali
terhadap mereka. Pengasuhan ini diasosiasikan dengan inkompetensi sosial anak
khususnya kurangnya kendali diri.
B. Mesosistem
Adalah interaksi antar faktor-faktor dalam sistem mikro
meliputi hubungan antara beberapa mikrosistem
atau beberapa konteks misal hubungan
orang tua-guru, orang tua-teman,
antar teman, guru-teman, dapat juga hubungan antara pengalaman
sekolah dengan pengalaman keluarga, pengalaman sekolah dengan pengalaman
keagamaan dan pengalaman keluarga dengan pengalaman teman sebaya. Misalnya
anak-anak yang orang tuanya menolak mereka dapat mengalami kesulitan
mengembangkan hubungan positif dengan guru. Para developmentalis semakin yakin
pentingnya mengamati perilaku dalam setting majemuk untuk memperoleh gambaran
yang lebih lengkap tentang perkembangan individu.
Pengaruh Mesosistem
terhadap perkembangan Sosio emosional umur 2-5 tahun. Relasi yang baik antar
teman sebaya melalui permainan dapat mempengaruhi perkembangan sosial anak.
Permainan dapat meningkatkan afiliasi dengan teman sebaya, mengurangi tekanan,
meningkatkan perkembangan kognitif, memberi tempat berteduh yang aman bagi
prilaku yang secara potensial berbahaya, meningkatkan bahwa anak akan berbicara
dan berinteraksi satu sama lain, anak-anak memperaktikkan peran yang mereka
akan laksanakan dalam hidup masa depannya. Anak-anak yang orang tuanya menolak
mereka dapat mengalami kesulitan mengembangkan hubungan positif dengan guru.
C. Eksosistem
Eksosistem dalam teori Bronfenbrenner dilibatkan ketika
pengalaman-pengalaman dalam setting sosial lain dimana individu tidak memiliki
peran yang aktif – mempengaruhi apa yang individu alami dalam konteks yang
dekat. Atau sederhananya menurut eksosistem melibatkan
pengalaman individu yang tak memiliki peran aktif di dalamnya. Misalnya, pengalaman kerja dapat mempengaruhi
hubungan seorang perempuan dengan suami dan anaknya. Seorang ibu dapat menerima
promosi yang menuntutnya melakukan lebih banyak perjalanan yang dapat
meningkatkan konflik perkawinan dan perubahan pola interaksi orang tua-anak. Maka diketahui bahwa eksosistem tidak
langsung menyentuh pribadi anak akan tetapi masih besar pengaruhnya
seperti koran, televisi, dokter, keluarga besar, dll.
Pengaruh
eksosistem terhadap perkembangan
Sosio emosional umur 2-5 tahun:
- Pengalaman
kerja seorang ibu dapat mempengaruhi perkembangan sosial anaknya, ibu yang
banyak bekerja di luar rumah biasanya menitipkan anaknya pada pembantu
rumah tangga (baby sitter), dapat
menyebabkan perubahan pola interaksi antara orang tua dan anak.
- Televisi dapat memberikan
dampak negatif terhadap perkembangan anak dengan menjauhkan mereka dari
pekerjaan rumah, mengajarkan mereka berbagai medel agresi yang penuh
kekerasan, memberi pandangan-pandangan yang tidak realistis terhadap
dunia. Walau demikian televisi juga dapat memberi program-program yang mengandung
nilai-nilai edukatif, menambah informasi anak-anak tentang dunia diluar
lingkungan dekat mereka dan memberi model-model prilaku prososial. Oleh
karena itu orang tua harus selektif dalam menentukan program yang boleh
ditonton oleh anak.
D. Makrosistem
Makrosistem meliputi kebudayaan di mana individu hidup. Kita ketahui bahwa
kebudayaan mengacu pada pola prilaku, keyakinan, dan semua produk lain dari
sekelompok manusia yang diteruskan dari generasi ke generasi. Kita ketahui pula
bahwa studi lintas budaya – perbandingan antara satu kebudayaan dengan satu atau
lebih kebudayaan lain – memberi informasi tentang generalitas perkembangan. Makrosistem terdiri dari ideologi
negara, pemerintah, tradisi, agama, hukum, adat istiadat, budaya, dll.
Pengaruh
makrosistem terhadap perkembangan
Sosio emosional umur 2-5 tahun :
1. Kebijakan pemerintah dalam bidang
pendidikan, misalnya mengurangi anggaran pendidikan akan mempengaruhi perkembangan anak yang
dapat dilihat dari kurangnya sarana dan prasarana pendidikan (misalnya sarana
permainan yang dapat meningkatkan relasi teman sebaya).
2. Anak yang hidup di daerah yang masih
banyak dipengaruhi adat istiadat, maka akan mempengaruhi perilaku anak dalam
bersosialisasi.
E. Kronosistem
Dalam teori ekologi Bronfenbrenner meliputi pemolaan peristiwa-peristiwa lingkungan dan
transisi sepanjang rangkaian kehidupan dan keadaan sosiohistoris. Misalnya dalam mempelajari dampak perceraian
terhadap anak-anak, Para peneliti menemukan bahwa dampak negatif sering
memuncak pada tahun pertama setelah perceraian dan bahwa dampaknya lebih
negatif bagi anak laki-laki daripada anak perempuan. 2 tahun setelah perceraian
interaksi keluarga tidak begitu kacau lagi dan lebih stabil dengan
mempertimbangkan keadaan-keadaan sosiohistoris,
dewasa ini, kaum perempuan tampaknya sangat didorong untuk meniti karir dibandingkan
pada 20 atau 30 tahun yang lalu. Dengan cara seperti ini, kronosistem memiliki dampak yang kuat pada perkembangan kita.
Anak-anak sekarang adalah generasi
pertama yang mendapatkan perhatian setiap hari, generasi pertama yang tumbuh di
lingkungan elektronik yang dipenuhi oleh komputer dan bentuk media baru,
generasi pertama yang tumbuh dalam revolusi seksual, dan generasi pertama yang
tumbuh di dalam kota yang semrawut dan tak terpusat, yang tidak lagi jelas
batas antara kota, pedesaan atau subkota.
BAB III
TEORI PERKEMBANGAN ETOLOGI
A. Pengertian Teori Perkembangan
Etologi
Istilah “etologi” diturunkan dari
bahasa Yunani, sebagaimana ethos ialah kata Yunani untuk "kebiasaan".
Etologi merupakan pandangan yang menekankan landasan biologis, dan evolusioner
perkembangan. Teori ini ditegakkan berdasarkan penelitian yang cermat terhadap
perilaku binatang dalam keadan nyata. Etologi menekankan bahwa perilaku adalah
produk dari evolusi dan ditentukan secara biologis. Tiap spesies mempelajari
bagaimana cara beradaptasi agar bisa bertahan hidup. Melalui proses seleksi
alam, yang dapat bertahan hiduplah yang dapat mewariskan sifat ke anak-anaknya.
Para Etologis adalah para pengamat perilaku yang teliti, dan mereka yakin bahwa
laboratorium bukanlah setting yang baik untuk mengamati perilaku. Mereka
mengamati perilaku secara teliti dalam lingkungan alamiahnya seperti : di
rumah, taman bermain, tetangga, sekolah, rumah sakit dan lain-lain.
Etologi adalah suatu cabang ilmu
zoology yang mempelajari perilaku atau tingkah laku hewan, mekanisme, serta
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Ilmu
yang mempelajari perilaku atau karakter hewan tersebut digunakan di dalam
pendekatan ilmu psikologi perkembangan. Teori ini mencoba menjelaskan perilaku
manusia. Sehingga di dalam ilmu psikologi, etologi berarti ilmu yang
mempelajari perilaku manusia di dalam pengaturan yang alami. Semua perilaku
manusia adalah bentuk reaksi dari apa yang terjadi di lingkungan alaminya.
Teori Etologi memahami bahwa perilaku manusia mempunyai relevansi dengan
perilaku binatang. Sifat-sifat yang menonjol dari setiap binatang diantaranya
adalah sifat mempertahankan wilayahnya, bertindak agresif, dan perasaan ingin
menguasai sesuatu. Sifat-sifat ini ditemukan pula pada diri manusia. Karena hal
tersebut, maka para etolog memandang bahwa insting merupakan sifat dasar hewan
dan aspek penting dalam memahami perilaku manusia.
Etologi muncul sebagai kontributor
penting terhadap teori perkembangan manusia karena ahli ilmu hewan Eropa,
terutama Konrad Lorenz (1903-1989) lebih
sering bekerja dengan angsa Eurasia, Lorenz mempelajari pola perilaku yang pada
awalnya dianggap telah terprogram dalam gen burung. Pengamatannya mengenai
seekor anak angsa yang baru lahir sepertinya dilahirkan dengan insting untuk
mengikuti ibunya. Pengamatan menunjukkan bahwa anak angsa tersebut langsung
mengikuti induknya segera setelah menetas. Apakah perilaku ini diprogram
kedalam anak angsa tersebut? Dari pertanyaan inilah Lorenz melakukan sebuah
eksperimen yang mengagumkan, Lorenz membuktikan bahwa kesenjangan yang
diwariskan ini merupakan penjelasan yang terlalu sederhana bagi perilaku si
anak angsa. Lorenz memisahkan telur-telur yang ditetsakan oleh seekor angsa ke
dalam dua kelompok. Salah satu kelompok ia kembalikan pada si ibu angsa untuk
ditetaskan. Kelompok yang lain ditetaskan di dalam inkubator. Anak angsa dalam
kelompok pertama mengikuti ibunya segera setelah ditetaskan.
Di sisi lain, anak angsa di kelompok
kedua yang langsung melihat Lorenz ketika mereka menetas, mengikutinya
kemanapun ia pergi, seolah ia adalah ibu mereka. Lorenz menandai anak angsa
tersebut dan menempatkan kedua kelompok kedalam sebuah kotak. Ibu angsa dan
“Ibu” Lorenz berdiri berdampingan saat kotak tersebut diangkat. Tiap kelompokk
anak angsa langsung melihat kearah “ibunya”. Lorenz menyebut proses ini
imprinting: pembelajaran yang cepat dan alami periode kritis yang terbatas yang
menghasilkan kelekatan pada benda bergerak pertama yang terlihat.
B. Tokoh- Tokoh Dalam Teori Etologi
1. Konrad Z. Lorenz ( Austria,
1903-1989)
Sebagai Bapak Ethologi Modern (Father of modern ethology) yang juga telah meraih
Hadiah Nobel pada tahun 1973. Ia adalah
seorang psikologi, zoologi, dan ornitologi berkebangsaan Austria. Lorenz
bertemu dengan Nikolas Tinbergen yang juga seorang ahli tingkah laku hewan
(ethologist). Mereka berdiskusi tentang hubungan antara respon penyesuaian
tempat dengan mekanisme pelepasan yang dapat menjelaskan timbulnya tingkah laku
berdasarkan insting. Pemikiran mereka merupakan cikal bakal lahirnya etologi.
Melalui penelitian yang sebagian besar dilakukan dengan
angsa abu-abu, Lorenz (1965) mempelajari suatu pola perilaku yang dianggap
diprogramkan di dalam gen burung. Seekor anak angsa yang baru ditetaskan
tampaknya dilahirkan dengan naluri untuk mengikuti induknya. Pengamatan
memperlihatkan bahwa anak angsa mampu berperilaku demikian segera setelah
ditetaskan. Lorenz membuktikan bahwa tidak benar anggapan bahwa perilaku
semacam itu diprogramkan terhadap binatang.
Dalam eksperimennya Lorenz memisahkan telur yang dierami
oleh satu angsa menjadi dua kelompok. Satu kelompok ia kembalikan kepada
induknya untuk ditetaskan sedangkan kelompok lain dia letakan di inkubator
untuk ditetaskan. Angsa dari telor kelompok pertama segera setelah mereka
menetas mengikut sang induk kemanapun dia pergi. Adapun angsa kedua, yang
melihat Lorenz ketika pertama mereka menetas, mengikuti Lorenz kemanapun pergi
seolah dia adalah induk mereka.
Lorenz kemudian bereksperimen lebih lanjut dengan menandai
angsa-angsa tersebut dan meletakannya dalam sebuah kotak. Lalu Lorenz berdiri
berdampingan dengan induk angsa. Ketika kotak diangkat, setiap kelompok angsa
langsung menuju “induknya” masing-masing. Proses ini disebut imprinting, yaitu
proses belajar cepat, naluriah dalam priode kritis di waktu yang terbatas yang
melibatkan ketertarikan terhadap benda bergerak pertama yang terlihat. Sehingga
dari penelitian ini dapat dismpulkan bahwa dasarnya perilaku social adalah gen.
Ada insting dari mahluk hidup untuk mengembangkan perilakunya. Sehingga
muncullah kalimat yang paling terkenal yaitu “genes setting the stage and society writing the play”. Teori ini
memberikan dasar pemahaman mengenai periode kritis perkembangan dan perilaku
melekat pada anak segera setelah dilahirkan.
2. Nikolas Tinbergen ( Den Haag, 1907 –
1988 )
Seorang etolog dan ornitolog Belanda yang berbagi
penghargaan nobel dalam fisiologi atau kedokteran pada tahun 1973 bersama Karl
von Frisch dan Konrad Lorenz atas penemuan mereka di bidang biologi. Tinbergen
terkenal dengan empat pertanyaan yang dipercayainya yang harus ditanyakan
berkenaan dengan berbagai perilaku binatang. Selain itu, dengan metodenya ia
menerapkannya untuk menangani gejala autisme pada anak. Kerjasama Lorenz dan
Tinbergen, mengemukakan bahwa etologi selalu memperhatikan empat jenis
penjelasan setiap perilaku :
a. Fungsi: Bagaimana perilaku
berpengaruh kuat pada kesempatan hewan untuk kelangsungan hidup dan reproduksi?
b. Penyebab: Apakah stimuli yang
mendapatkan tanggapan itu, dan bagaimana telah diubah oleh pembelajaran
terkini?
c. Pengembangan: Bagaimana perilaku
berubah dengan umur, dan apakah pengalaman awal yang perlu untuk perilaku dapat
diperlihatkan?
d. Sejarah evolusioner: Bagaimana
perilaku jika dibandingkan dengan perilaku bersama dalam spesies yang terkait,
dan bagaimana mungkin telah timbul melalui proses filogeni?
Lorenz membuat Tinbergen terkenal sebagai tanggapan naluriah
yang akan terjadi dan dapat dipercaya dalam kehadiran stimuli yang dapat
dikenali (disebut stimuli tanda atau stimuli pembebasan). Pola aksi ini
kemudian dapat dibandingkan melintasi spesies bebek dan angsa, serta persamaan
dan perbedaan antara perilaku yang dibandingkan dengan persamaan dan perbedaan
dalam morfologi. Para etolog mencatat bahwa stimuli yang membebaskan pola aksi
tertentu umumnya menonjolkan kemunculan atau perilaku lain pada anggota
spesies mereka sendiri, dan mereka dapat
menunjukkan bagaimana bentuk penting komunikasi hewan dapat ditengahi dengan
pola aksi tertentu yang sedikit sederhana.
Tinbergen melakukan percobaan dengan menggunakan sarang
tawon yang ditempatkan di tengah lingkaran bunga pinus, kemudian lingkaran
bunga pinus dipindahkan disamping sarangnya. Ternyata tawon tersebut kembali
ketengah lingkaran, tidak ke sarang. Demikian pula setelah lingkaran bunga
pinus diganti dengan lingkaran baru tanpa sarang, dan disebelahnya dibentuk
segitiga dari bunga pinus dengan sarang di tengahnya. Hasilnya menunjukkan
bahwa tawon kembali ke lingkaran baru, bukan ke sarang di tengah segitiga bunga
pinus. Hasil tersebut menyatakan bahwa tawon dapat menggunakan suatu bentuk di
tanah dan terus menjaga lingkaran tersebut dengan belajar untuk mangenal
sesuatu..
3. JohnBowlby (1907-1990)
Seorang psikiater dan psikoanalis, terkenal karena minatnya
dalam perkembangan anak. Bowlby lahir di London. Teori Bowlby (Teori Kelekatan)
dipengaruhi oleh teori evolusi dalam observasinya pada perilaku hewan. Menurut
teori Etologi (Berndt, 1992) tingkah laku sangat lekat pada anak sehingga
diprogram secara evolusioner dan instinktif. Sebenarnya tingkah laku kelekatan
tidak hanya ditujukan pada anak namun juga pada ibu. Ibu dan anak secara
biologis dipersiapkan untuk saling merespon perilaku. Bowlby (Hetherington dan
Parke,1999) percaya bahwa perilaku awal sudah diprogam secara biologis. Reaksi
bayi berupa tangisan, senyuman, isapan akan mendatangkan reaksi ibu dan
perlindungan atas kebutuhan bayi. Proses ini akan meningkatkan hubungan ibu dan
anak. Sebaliknya bayi juga dipersiapkan untuk merespon tanda, suara dan
perhatian yang diberikan ibu. Hasil dari respon biologis yang terprogram ini
adalah anak dan ibu akan mengembangkan hubungan kelekatan yang saling
menguntungkan (mutuality attachment).
Teori etologi juga menggunakan istilah psychological bonding
yaitu hubungan atau ikatan psikologis antara ibu dan anak, yang bertahan lama
sepanjang rentang hidup dan berhubungan dengan kehidupan sosial (Bowley dalam
Hadiyanti,1992). Bowlby menyatakan bahwa kita dapat memahami tingkah laku
manusia dengan mengamati lingkungan yang diadaptasinya yaitu : lingkungan dasar
tempat berkembang. Dalam kehidupannya seringkali manusia menghadapi ancaman
untuk mendapat perlindungan, anak-anak memerlukan mekanisme untuk menjaga
mereka dan dekat dengan orangtuanya dengan kata lain mereka harus mengembangkan
tingkah laku kelekatan (attachment).
Sexual imprinting adalah proses-proses yang dipelajari oleh
individu untuk mengarahkan perilaku seksualnya dalam kelompok spesiesnya. Pada
penelitian cross-fostering (ibu asuh) yang dilakukan, dimana suatu individu
dibesarkan oleh orang tua atau induk yang berbeda dari individu tersebut,
sehingga memperlihatkan bahwa imprintingnya juga akan muncul pada awal-awal
kehidupannya. Pada kebanyakan spesies burung, penelitian ini telah menunjukkan
bahwa burung yang perkembangannya diasuh oleh orang tua atau induk lain, pada
saat dewasa nantinya dia akan mencoba kawin dengan anggota spesies induk yang
mengasuhnya (foster-spesies).
Tingkah laku lain yang ditunjukkan oleh hewan selain
imprinting juga dapat diamati. Misalnya saja adalah perilaku hewan-hewan yang
membutuhkan bermain dalam hidupnya. Dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari,
kucing suka bermain-main dengan obyek yang bisa bergerak-gerak yang membuatnya sangat menarik. Sama halnya dengan
manusia pada saat masa anak-anak, mereka suka bermain.
C. Teori Perkembangan Etologi
Teori Etologi dari perkembangan
memandang bahwa perilaku sangat dipengaruhi oleh biologi dan evolusi
(Hinde,1992; Rosenzweig,2000). Teori etologi merupakan sebuah studi mengenai
tingkah laku, khususnya tingkah laku hewan. Teori ini juga menekankan bahwa
kepekaan kita terhadap jenis pengalaman yang beragam berubah sepanjang rentang
kehidupan, Dengan kata lain, ada periode kritis atau sensitif bagi beberapa
pengalaman. Jika kita gagal mendapat pengalaman selama periode kritis tersebut,
teori etologi menyatakan bahwa perkembangan kita tidak mungkin dapat optimal.
Penamaan (imprinting) dan periode penting (critical period) merupakan konsep
kunci. Teori ini di tegakkan berdasarkan penelitian yang cermat terhadap
perilaku binatang dalam keadaan nyata.
Pandangan etologi dari Lorenz dan
ahli ilmu hewan Eropa lain membuat psikologi perkembangan Amerika mengetahui
pentingnya dasar biologis dari perilaku. Meskipun demikian, penelitian dan
pemaknaan teori etologi masih kekurangan bahan-bahan yang akan meningkatkan
teori tersebut hingga ke tingkat sejajar dengan lain. Secara khusus, hanya
sedikit atau bahkan tidak ada dalam pandangan etologi klasik yang membahas
mengenai karakteristik hubungan sosial sepanjang rentang kehidupan manusia, sesuatu
yang harus dijelaskan oleh teori perkembangan manapun. Teori etolog klasik
lemah dalam mensimulasikan studi dengan manusia.
Perluasan pandangan etologi
akhir-akhirnya ini telah meningkatkan statusnya sebagai perspektif perkembangan
yang berharga. Satu perubahan penting yaitu daripada menekankan pada periode
kritis yang kaku dan sempit, kini teori etologi menawarkan periode sensitif
yang lebih panjang. Salah satu dari beberapa penerapan penting teori etologi
pada perkembangan manusia meliputi teori kelekatan John Bowlby (1969,1989). Bowlby menyatakan bahwa
kelekatan pada pengasuh selama satu tahun pertama kehidupan memiliki
konsekuensi penting sepanjang hidup. Dalam pandangannya, jika kelekatan ini
positif dan aman, seseorang mempunyai dasar untuk berkembang menjadi individu
yang kompeten yang memiliki hubungan sosial positif dan menjadi matang secara
emosional. Jika hubungan kelekatannya negatif dan tidak aman, menurut Bowlby
saat si anak tumbuh ia akan mungkin menghadapi kesulitan dalam hubungan sosial
serta dalam menangani emosi.
Etologi menekankan bahwa perilaku
sangat dipengaruhi oleh biologi, terkait dengan evolusi dan ditandai oleh
periode penting atau peka. Konsep periode penting (critical period), adalah
suatu periode tertentu yang sangat dini dalam perkembangan yang memunculkan
perilaku tertentu secara optimal. Para
Etolog adalah para pengamat perilaku yang teliti, dan mereka yakin bahwa
laboratorium bukanlah setting yang baik untuk mengamati perilaku. Mereka
mengamati perilaku secara teliti dalam lingkungan alamiahnya seperti : di
rumah, taman bermain, tetangga, sekolah, rumah sakit dan lain-lain.
1. Bonding dan Attachment Theory
Pada awalnya teori etologi ini tidak terlalu mendapatkan
perhatian dan keterkaitan dengan hubungan manusia. Sampai kemudian John Bowlby
menekankan pentingnya penerapan teori etologi tersebut terhadap manusia. Bowbly
berpendapat bahwa kelekatan pada pengasuh di tahun pertama kehidupan mempunyai
konsekuensi penting pada keseluruhan masa hidup. Jika kelekatan tersebut positif
dan aman, individu kemungkinan akan berkembang secara positif di masa
kanak-kanak dan dewasa. Tetapi jika kelekatan tersebut negatif dan tidak aman,
perkembangan sepanjang rentang kehidupan cenderung tidak optimal. “Jadi, dalam
pandangan ini, tahun pertama kehidupan adalah masa sensitif bagi perkembangan
sosial”.
Bowlby dipengaruhi oleh teori evolusi dalam observasinya
pada perilaku hewan. Menurut teori Etologi, tingkah laku lekat pada anak
manusia diprogram secara evolusioner dan instinktif. Sebetulnya tingkah laku
lekat tidak hanya ditujukan pada anak namun juga pada ibu. Ibu dan anak secara
biologis dipersiapkan untuk saling merespon perilaku.
Bowlby percaya bahwa perilaku awal sudah diprogam secara
biologis. Reaksi bayi berupa tangisan, senyuman, isapan akan mendatangkan
reaksi ibu dan perlindungan atas kebutuhan bayi. Proses ini akan meningkatkan
hubungan ibu dan anak. Sebaliknya bayi juga dipersiapkan untuk merespon tanda,
suara dan perhatian yang diberikan ibu. Hasil dari respon biologis yang terprogram
ini adalah anak dan ibu akan mengembangkan hubungan kelekatan yang saling
menguntungkan (mutuality attachment).
Teori etologi juga menggunakan istilah“Psychological
Bonding” yaitu hubungan atau ikatan psikologis antara ibu dan anak, yang
bertahan lama sepanjang rentang hidup dan berkonotasi dengan kehidupan social.
Bowlby menyatakan bahwa kita dapat memahami tingkah laku manusia dengan
mengamati lingkungan yang diadaptasinya yaitu lingkungan dasar tempat
berkembang. Dalam kehidupannya seringkali manusia menghadapi ancaman, untuk
mendapat perlindungan, anak-anak memerlukan mekanisme untuk menjaga mereka dan
dekat dengan orangtuanya dengan kata lain mereka harus mengembangkan tingkah
laku kelekatan (attachment).
2. Fase-fase Kelekatan
Berikut ini merupakan fase kelekatan
yang dikemukakan oleh Bowlby:
Usia
|
Ciri Umum
|
Ciri Khusus
|
0-3 bulan
|
Tidak ada perbedaan
|
Orientasi sosial dan sinyal sebagai tanda tanpa
diskriminasi atau pembedaan pada orang lain
Senyuman yang mempunyai arti sosial.
|
3-6 bulan
|
Mengarah pada pribadi yang dikenal
|
Kemampuan sosial untuk membedakan orang
atau diskriminasi. Bayi mulai mengenal wajah-wajah
tertentu.
|
6 bulan-3 tahun
|
Mempertahankan hubungan dengan tokoh tertentu
|
Adanya kelekatan yang tepat, ketika dipisahkan
dengan pengasuh. Reaksinya aktif mengikuti
kepergian tokoh.
|
3 tahun-masa akhir
anak
|
Membentuk kerjasama
|
Anak memperoleh pemahaman tentang perasaan
dan motivasi orang dewasa, jadi dapat mengatur
hubungan mutual
|
Sebelum menginjak usia tiga atau
empat tahun, anak-anak berkonsentrasi hanya pada kebutuhan mereka sendiri untuk
mempertahankan kedekatan tertentu kepada pengasuh atau orang tuanya. Bagi anak
dua tahun, pengetahuan bahwa ibu atau ayah ”pergi ke sebelah sebentar untuk
meminjam” tidak berarti apapun baginya; sebaliknya, anak ingin ikut juga ke
sana. Namun sebaliknya dengan anak usia tiga tahun, mereka sudah memahami
rencana dan dapat membayangkan apa yang akan dilakukan orang tuanya saat pergi
keluar sebentar. Akibatnya, anak lebih bersedia membiarkan orang tuanya pergi.
Anak mulai bertindak lebih seperti rekanan di dalam hubungan dengan orang
tuanya tersebut.
Bowlby mengakui bahwa hanya sedikit
saja yang bisa diketahui mengenai fase keempat ini, apalagi kelekatan di
usia-usia selanjutnya. Orang dewasa yang bisa keluar dari dominasi orang tua
sekalipun, masih membentuk sebuah kelekatan lewat substitusi yang bersifat
keorangtuaan. Contohnya orang dewasa sering menganggap dirinya seorang
independen, namun masih terus mencari kedekatan dengan orang-orang yang
dicintai saat krisis menimpa. Bahkan mereka yang lebih tua usianya menemukan
kalau mereka semakin bergantung pada generasi yang lebih muda.
3. Pola-pola Kelekatan
a.
Insecurely Attached Avoidant infant
Anak menolak kehadiran ibu, menampakkan permusuhan, kurang
memiliki resiliensi ego dan kurang mampu mengekspresikan emosi negative. Selain
itu anak juga tampak mengacuhkan dan kurang tertarik dengan kehadiran ibu.
b.
Securely Attached Infant
Ibu digunakan sebagai dasar eksplorasi. Anak berada dekat
ibu untuk beberapa saat kemudian
melakukan eksplorasi, anak kembali pada ibu ketika ada orang asing, tapi memberikan senyuman apabila ada ibu
didekatnya. Anak merasa terganggu ketika ibu pergi dan menunjukkan kebahagiaan
ketika ibu kembali.
c.
Insecurely Attached Resinstant
Infant
Menunjukkan keengganan untuk mengeksplorasi lingkungan.
Tampak impulsive, helpless dan kurang
control. Beberapa tampak selalu menempel pada ibu dan bersembunyi dari orang
asing. Anak tampak sedih ketika ditinggal ibu dan sulit untuk tenang kembali
meskipun ibu telah kembali. Mampu mengekspresikan emosi negatif namun dengan reaksi yang
berlebihan.
d.
Disorganized/ Disoriented Attached
Ditemukan pada anak-anak yang
mengalami salah pengasuhan (maltreated) dimana kekacauan emosi terlihat saat
episode pertemuan kembali dengan ibu. Perilaku
mereka tampak sangat tidak terorganisasi, dan mengalami konflik dalam dirinya.
Anak dengan kelekatan insecure avoidant memiliki ibu yang
tidak sensitif terhadap sinyal yang diberikan bayi dalam berbagai situasi pengasuhan dan situasi
bermain. Sedangkan anak dengan kelekatan
insecure resistant memiliki
ibu yang tidak menyukai kontak fisik dengan anak dan memiliki ekspresi
emosional yang kurang memadai atau kurang ekspresif, ibu juga menunjukan sikap
yang tidak konsisten. Berbeda dengan anak yang memiliki pola kelekatan tidak
aman, anak yang memiliki kelekatan aman (secure attached) memiliki ibu yang
responsif pada kebutuhan dan sinyal-sinyal yang diberikan bayi dan mempunyai
sikap yang konsisten. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa anak yang memiliki
kualitas kelekatan yang paling baik adalah anak dengan kelekatan aman.
Anak yang memiliki orang tua yang mencintai
dan dapat memenuhi kebutuhannya akan mengembangkan model hubungan yang positif
yang didasarkan pada rasa percaya (trust).
Selanjutnya secara simultan anak akan mengembangkan model yang paralel dalam
dirinya. Anak dengan orang tua yang mencintai akan memandang dirinya
“berharga”. Model ini selanjutnya akan digeneralisasikan anak dari orang tua
pada orang lain, misalnya pada guru dan teman sebaya. Anak akan berpendapat
bahwa guru dan teman adalah orang yang dapat dipercaya. Sebaliknya anak yang memiliki
pengasuh yang tidak menyenangkan akan mengembangkan kecurigaan (mistrust) dan tumbuh sebagai anak yang
pencemas dan kurang mampu menjalin hubungan sosial.
DAFTAR RUJUKAN
Gibson, RS., 1990. Principles of Nutritional Assessment.
Oxford University Press: New York.
Marcella
Joyce, Laurens.2004. Aristektur dan
Perilaku Manusia. PT Grasindo: Jakarta.
Naisaban,
Ladislaus. 2009. Para Psikolog Terkemuka
Dunia: Riwayat Hidup, Pokok Pikiran dan
Karya. PT Grasindo: Jakarta.
William C.
Crain, Theoris of Development Concepts
and Applications, 1980 by Prentice-Hall,inc. Englewoodcliffs, New Jersey.
Indrisari
& Irmy Dyah. 2011. Perkembangan
Perseptual Gibson. http://cinthamymy.wordpress.com/2011/
12/31/perkembangan-perseptual-gibson/ (diakses tanggal 30 Maret 2013).
Ulama,Satkar.2010.AnalisisPersepsidalamKomunikasi.http://satkarulama.webs.com/apps/blog/show/3573448 (diakses tanggal 30 Maret 2013).
malamtadi.wordpress.com /(diakses tanggal 30 Maret 2013).
Online Casino - ShooterCasino
BalasHapusThe aim of the game is 제왕카지노 to attract new players by giving them a งานออนไลน์ chance to have fun in the casino, where all new 메리트 카지노 주소 members are accepted and accepted,