MAKALAH
KECERDASAN
MAJEMUK
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Setiap manusia memiliki kecerdasan, namun terdapat
perbedaan pada masing-masing individu. Terkadang hanya ada beberapa yang
dominan atau menonjol dalam diri seseorang. Kita sering kali menganggap bahwa
orang yang memiliki kecerdasan matematis (logic smart) sebagai orang
yang pintar. Namun, survei membuktikan bahwa mereka yang dulunya terkenal nakal
dan bandel di kelas, justru pada saat bekerja bisa sukses dan menjadi pemimpin
atas orang-orang yang dikenal rajin dan pandai di kelas.
Kecerdasan majemuk pertama kali
diperkenalkan tahun 1983 oleh Howard Gardner di Harvard School of Education and
Harvard Project Zero. Teori ini membantah tes seperti contoh Stanford Binet
Test yang dikatakan sebagai hitungan tradisional yang tidak adekuat menilai kecerdasan.
Menurut Gardner, kecerdasan melebihi dari hanya sekedar IQ (Intelligence
Quotient) karena IQ yang tinggi tanpa ada produktifitas bukan merupakan
kecerdasan yang baik. Anak harus dinilai berdasarkan apa yang mereka dapat
kerjakan bukan apa yang tidak dapat mereka kerjakan.
Kecerdasan didefinisikan sebagai kemampuan
untuk memecahkan masalah dan memiliki nilai lebih dalam sebuah kultur
masyarakat. Kecerdasan adalah potensi biopsikologikal untuk mengolah informasi
sehingga dapat memecahkan masalah, menciptakan hasil baru yang menambah
nilai-nilai budaya setempat. Pandangan baru ini sangat berbeda dengan pandangan
lama yang selalu mengandalkan dua penilaian yaitu verbal dan komputasional.
Delapan macam kecerdasan itu antara lain, (1) Kecerdasan linguistik, (2)
Kecerdasan logika-matematika, (3) Kecerdasan gerak tubuh, (4) Kecerdasan
musikal, (5) Kecerdasan visual-spasial, (6) Kecerdasan interpersonal, (7)
Kecerdasan intrapersonal, dan (8) Kecerdasan naturalis.
Teori kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences) telah
menunjukkan bahwa tidak ada strategi atau model pembelajaran terbaik. Suatu
strategi atau model pembelajaran mungkin sangat cocok untuk beberapa siswa,
tetapi tidak akan begitu cocok untuk siswa lainnya. Hal ini berkaitan dengan
jenis kecerdasan yang cenderung miliki miliki. Oleh karena itu, dianjurkan
kepada guru untuk menggunakan berbagai macam strategi dan model pembelajaran
agar semua siswa terakomodasi berdasarkan jenis kecerdasan yang mereka miliki
sehingga setiap siswa dapat terlibat selama pembelajaran di sekolah.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana sejarah multiple intelligences?
2.
Apakah definisi multiple intelligences?
3.
Bagaimana konsep multiple intelligences?
4.
Bagaimana strategi pengajaran multiple inteligence
(Kecerdasan Majemuk)?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui sejarah multiple
intelligences
2.
Untuk mengetahui definisi multiple
intelligences
3.
Untuk memahami konsep multiple
intelligences
4.
Untuk mengetahui strategi pengajaran
Multiple Inteligence (Kecerdasan Majemuk) dalam perkembangan pribadi sosial
anak
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Dr Howard Gardner lahir di Scranton, Pennsylvania
pada tahun 1943. Orangtuanya adalah pengungsi dari Nazi
Jerman. Sebagai seorang anak ia adalah seorang pembaca setia dan mencintai
musik, ia kemudian menjadi seorang pianis berbakat. Beliau kuliah di
Harvard University dan menemukan tempat yang menggembirakan untuk
belajar. Dia mulai keluar sebagai Sejarah utama namun akhirnya menyebabkan
psikologi perkembangan kognitif. Pada tahun 1983 ia mengembangkan teori
kecerdasan ganda yang dikenal luas. Dia telah terlibat dalam reformasi
sekolah sejak 1980-an. Pada tahun 1986 ia mulai mengajar di Harvard
Graduate School of Education dan mulai perannya di Project Zero, sebuah
kelompok riset yang berfokus pada kognisi manusia dengan fokus khusus pada
seni. Dr Gardner menikah dengan Ellen Winner, seorang psikolog
perkembangan, dan memiliki empat putra dan satu cucu. Kesukaannya adalah
keluarga dan pekerjaannya. Dia menikmati untuk perjalanan dan seni.
B. Definisi Multiple Inteligence
(Kecerdasan Majemuk)
Sebelum membahas mengenai multiple inteligence terlebih dahulu akan dibahas definisi kecerdasan secara umum. Dalam
pandangan lama ada beberapa pengertian tentang kecerdasan. Kecerdasan menurut
Steven J.Gould dari Harvard (1994) adalah kapasitas mental umum yang meliputi
kemampuan untuk memberikan alasan, membuat rencana, memecahkan masalah,
berpikir abstrak, menghadapi ide yang kompleks, belajar dari pengalaman, dan
dapat diukur dengan tes IQ yang tidak dipengaruhi oleh budaya dan genetik yang
berperan besar. Secara bertahap IQ distabilkan selama masa anak, dan setelah
masa itu hanya sedikit perubahannya.
Menurut David Wechsler, inteligensi adalah suatu
kemampuan mental yang melibatkan proses berfikir secara rasional. Oleh karena
itu inteligensi tidak dapat diamati secara langsung melainkan harus disimpulkan
dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berfikir
rasional itu.Definisi yang mudah dimengerti adalah kemampuan untuk mengerti ide
yang kompleks, mampu beradaptasi dengan efektif terhadap lingkungannya, mampu
belajar dari pengalaman, mampu melaksanakan tugas dalam berbagai macam situasi,
mampu mengatasi hambatan dengan menggunakan pikirannya.
Howard Gardner mengembangkan konsep penilaian
kecerdasan melalui kecerdasan majemuk dengan memandang manusia tidak hanya
berdasarkan skor standar semata melainkan dengan ukuran kemampuan untuk
menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan manusia, kemampuan untuk
menghasilkan persoalan baru untuk diselesaikan, kemampuan untuk menciptakan
sesuatu atau memberikan penghargaan dalam budaya seseorang. Kecerdasan majemuk
didasari oleh dua hal penting yaitu faktor biologi dan faktor budaya. Dalam
studi neurobiologi disebutkan bahwa belajar adalah outcome dari adanya
modifikasi yang terjadi pada hubungan sinaps antar sel.
Menurut Fetsco (2005:362) Gardner defines intelligence as
"a biopsychological potential to process information that can be activated in a cultural
setting to solve problems or create products that are of value in a particular
culture."
Gardner
berpendapat bahwa konsep kecerdasan sebagai potensi biopsikologis untuk memproses
informasi yang dapat diaktivasi dalam sebuah budaya untuk memecahkan masalah
atau menciptakan produk-produk yang merupakan nilai dalam sebuah budaya.
Kecerdasan menurut Howard Gardner adalah suatu
kemampuan untuk memecahkan masalah dan menciptakan produk yang mempunyai nilai
budaya atau suatu kumpulan kemampuan atau ketrampilan yang dapat
ditumbuhkembangkan.Sedangkan multiple
intelegence (kecerdasan majemuk) adalah kecerdasan yang dimiliki oleh tiap
individu lebih dari satu macam. Menurut Howard Gardner setiap individu memiliki
delapan jenis kecerdasan di dalam dirinya yang biasa disebut sebagai kecerdasan
majemuk (multiple intelligence).
Multiple
intelligence atau kecerdasan majemuk pada dasarnya
adalah sebuah konsep yang menunjukkan kepada kita bahwa potensi anak-anak,
khususnya jika dikaitkan dengan kecerdasan ternyata banyak sekali. Memahami multiple intelligence bukanlah untuk membuat
anak-anak menjadi hebat. Namun, konsep tersebut paling tidak dapat
membantu kita untuk memahami bahwa anak-anak menyimpan potensi yang luar biasa.
Prestasi seseorang ditentukan
juga oleh tingkat kecerdasannya (Inteligensi).
Walaupun mereka memiliki dorongan yang kuat untuk berprestasi dan orang tuanya
memberi kesempatan seluas-luasnya untuk meningkatkan prestasinya, tetapi
kecerdasan mereka yang terbatas tidak memungkinkannya untuk mencapai
keunggulan. Tingkat Kecerdasan (Intelegensi)
bawaan ditentukan baik oleh bakat bawaan (berdasarkan gen yang diturunkan dari
orang tuanya) maupun oleh faktor lingkungan (termasuk semua pengalaman dan
pendidikan yang pernah diperoleh seseorang; terutama tahun-tahun pertama dari
kehidupan mempunyai dampak kuat terhadap kecerdasan seseorang). Secara umum
intelegensi dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Kemampuan untuk berpikir abstrak
2.
Untuk menangkap hubungan-hubungan dan untuk belajar
3.
Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi baru
C. Konsep Multiple Inteligence
(Kecerdasan Majemuk)
Konsep multiple intelligence
diperkenalkan oleh Prof. Howard Gardner, yaitu seorang psikolog dan
profesor utama di Cognition and Education, Harvard Graduate School of Education
dan juga profesor di bidang Neurologi, Boston University School of Medicine.
Konsep ini memiliki esensi bahwa setiap orang adalah unik, setiap orang
perlu menyadari dan mengembangkan ragam kecerdasan manusia dan
kombinasi-kombinasinya. Setiap siswa berbeda karena mempunyai kombinasi kecerdasan
yang berlainan.
Ada berbagai kecerdasan yang
tidak hanya dilihat dari segi linguistik dan logika. Bagi Gardner tidak ada anak
yang bodoh atau pintar, yang ada adalah anak yang menonjol dalam salah satu
atau beberapa jenis kecerdasan. Dalam menilai dan menstimulasi kecerdasan anak,
orangtua dan guru selayaknya dengan jeli dan cermat merancang sebuah metode
khusus. Setiap manusia memiliki kecenderungan cerdas di satu bidang tanpa harus
bersusah payah mengasahnya.
Konsep multiple intelligence
menurut Gardner (1983) dalam bukunya Frame
or Mind: The Theory of Multiple Intelligences ada delapan jenis kecerdasan
yang dimiliki setiap individu. Dalam delapan jenis kecerdasan ini, setiap
individu mengakses informasi yang akan masuk ke dalam dirinya. Thomas Amstrong
(2002) juga menyebutkan kecerdasan tersebut merupakan modalitas untuk
melejitkan kemampuan setiap siswa dan menjadikan mereka sebagai sang juara, karena
pada dasarnya setiap anak cerdas.
Kecerdasan majemuk menurut
Howard Gardner dibagi menjadi delapan sebagai berikut.
1.
Kecerdasan Bahasa (Linguistic Intelligence)
Gardner menggambarkan kecerdasan linguistik sebagai
kepekaan terhadap bahasa lisan dan tulisan untuk mencapai tujuan, serta
kemampuan untuk belajar bahasa baru. Linda, Bruce Campbell & Dee Dickinson
mencontohkan pekerjaan yang terkait dengan kecerdasan linguistik adalah
penulis, penyair, wartawan dan pembicara. Elemen dari kecerdasan linguistik
adalah mendengar, berbicara, membaca dan menulis.
Kecerdasan linguistik adalah kemampuan menggunakan
kata secara efektif. Pandai berbicara, gemar bercerita dan dengan tekun
mendengarkan cerita atau membaca merupakan tanda anak yang memiliki kecerdasan
linguistik yang menonjol. Potensi kecerdasan berbahasa yang dimiliki seorang
anak hanya akan tinggal potensi bila tidak dilatih atau dikembangkan. Pola asuh
sangat berpengaruh dalam hal ini. Anak yang tidak diberi kesempatan berbicara
atau selalu dikritik saat mengemukakan pendapatnya akan kehilangan kemampuan
dan ketrampilannya dalam mengungkapkan ide dan perasaannya. Rangsangan dan
latihan yang dilakukan terus menerus oleh orang tua dapat mengembangkan
ketrampilan berbahasa anak sekalipun ia tidak memiliki kecerdasan linguistik
yang tinggi, walaupun hasilnya tidak sebesar bila anak memiliki kecerdasan
linguistik yang tinggi. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk menstimulasi seperti
misalnya mengajak anak berbicara, membacakan cerita, bermain huruf dan angka,
merangkai cerita, berdiskusi, bermain peran, memperdengarkan lagu anak-anak dan
sebagainya.
Hal-hal yang mungkin didapatkan pada anak dengan
kecerdasan linguistik diantaranya seperti suka menulis kreatif di rumah,
mengarang kisah khayal atau menuturkan lelucon dan cerita, sangat hafal nama,
tempat, tanggal atau hal-hal kecil, menikmati membaca buku di waktu senggang,
mengeja kata-kata dengan tepat dan mudah, menyukai pantun lucu dan permainan
dengan kata-kata, menikmati mendengar kata-kata lisan, mempunyai kosa kata yang
luas untuk anak seusianya, unggul dalam pelajaran sekolah yang melibatkan
membaca atau menulis.
Shearer (2004:4) menjelaskan bahwa “Ciri utama dari
kecerdasan bahasa meliputi kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif dalam
membaca, menulis, dan berbicara. Keterampilan berbahasa penting sekali untuk
memberikan berbagai penjelasan, deskripsi, dan ungkapan ekspresif”. Banyak
orang dengan kecerdasan bahasa yang menonjol mempunyai kemampuan dalam
bersyair, atau gaya menulis yang kaya ekspresi (Gardner, 2003). Gardner percaya
para penyair dan penulis berbakat mempunyai pemahaman yang kuat tentang
semantik (arti kata-kata), fonologi (bunyi bahasa), pragmatik (penggunaan
bahasa), dan sintaksis (kaidah bahasa) dalam menggunakan kata-kata dan gagasan
uniknya.
Komponen lain dari kecerdasan bahasa adalah memori
lisan (verbal memory). Gardner (2003) menjelaskan bahwa “Kemampuan untuk
mengingat informasi seperti daftar-daftar lisan yang panjang merupakan bentuk
lain dari kecerdasan bahasa”. Oleh karena kekuatan memori lisan, maka mengingat
dan mengulangi kata-kata yang panjang menjadi mudah bagi orang dengan
kecerdasan bahasa yang menonjol. Bagi orang yang kuat memori lisannya maka
gagasan mengalir dengan konstan hal ini disebabkan mereka mempunyai banyak
kata-kata di dalam memori lisannya. Tanpa menghiraukan bagian khusus dari
kekuatan memori lisan, penekanan terjadi baik pada bahasa tulis maupun bahasa
lisan dalam kecerdasan bahasa (Gardner, 2003).
2.
Kecerdasan Musik (Musical Intelligence)
Kecerdasan
yang muncul lebih awal pada manusia dibanding kecerdasan lain adalah bakat
musik. Shearer (2004:4) menjelaskan bahwa “Kecerdasan musikal meliputi kepekaan
terhadap tangga nada, irama, dan warna bunyi (kualitas suara) serta aspek
emosional akan bunyi yang berhubungan dengan bagian fungsional dari apresiasi musik,
bernyanyi, dan memainkan alat musik”. Agar dapat dikatakan menonjol pada
kecerdasan musik maka seseorang harus mempunyai kemampuan auditorial dengan
baik (Gardner, 2003). Kemampuan auditorial tidak hanya menjadikan seseorang
mampu mendengar dan merangkai musik saja, juga seseorang mampu mengingat
pengalaman bermusik. Gardner (2003:102) juga menjelaskan bahwa “Kemampuan
bermusik berhubungan dengan memori suara. Sekian persen dari apa yang didengar
seseorang akan masuk dalam alam bawah sadarnya dan menjadi bagian pokok dari
daya ingatnya”. Musik sering dimasukkan dalam ranah kecerdasan karena merupakan
komponen memori. Pesinetron dan pengarang lagu adalah contoh orang-orang yang
memiliki kecerdasan musik yang menonjol.
Kecerdasan musikal dapat diartikan sebagai kemampuan untuk
berfikir atau mencerna
musik, untuk mampu menyimak pola-pola, mengenalinya dan mungkin mengubah
komposisi atau memanipulasinya.
Apabila seorang anak tumbuh dan dididik
dalam sebuah budaya yang mengagungkan ketrampilan atau kemampuan musik,
besar kemungkinan potensi
musik anak terasah dan berkembang.
Ketrampilan yang mungkin bisa didapat pada kecerdasan
musikal seperti memainkan alat musik di rumah atau di sekolah, ingat melodi
lagu, berprestasi sangat bagus di kelas musikdi sekolah, lebih bisa belajar
dengan iringan musik, mengoleksi CD atau kaset, bernyanyi untuk diri sendiri
atau orang lain, bisa mengikuti irama musik, mempunyai suara yang bagus untuk
menyanyi, peka terhadap suara-suara di lingkungannya, dan memberikan reaksi
yang kuat terhadap berbagai jenis musik.
3.
Kecerdasan Logika-Matematika (Logical-Mathematical Inteligence)
Bentuk lain dari kecerdasan manusia adalah kecerdasan
logika-matematika. Shearer (2004: 4) menyatakan bahwa “Kecerdasan
logika-matematika meliputi keterampilan berhitung juga berpikir logis dan
keterampilan pemecahan masalah”. Matematikawan bukanlah satu-satunya ciri orang
yang menonjol dalam kecerdasan logika-matematika. Siapapun yang dapat
menunjukkan kemampuan berhitung dengan cepat, menaksir, melengkapi permasalahan
aritmetika, memahami atau membuat alasan tentang hubungan-hubungan antar angka,
menyelesaikan pola atau melengkapi irama bilangan, dan membaca penanggalan atau
sistem notasi lain sudah merupakan ciri menonjol dari kecerdasan
logika-matematika (Gardner, 2003).
Kecerdasan logika matematika pada dasarnya melibatkan
kemampuan untuk menganalisis masalah secara logis, menemukan atau menciptakan
rumus-rumus atau pola matematika dan menyelidiki sesuatu secara alamiah. Ada
juga yang secara awam menjabarkan kecerdasan ini sebagai kecerdasan ilmiah
karena berkaitan dengan kegiatan berfikir atau berargumentasi secara induktif
dan deduktif, berfikir dengan bilangan dan kesadaran terhadap pola-pola
abstrak. Anak yang memiliki nilai tinggi untuk kategori kecerdasan ini suka
melakukan eksperimen untuk membuktikan rasa penasarannya antara lain dengan
pertanyaan atau aksi eksperimental. Anak yang seperti ini adalah anak yang
selalu yakin bahwa semua pertanyaaan memiliki suatu penjelasan rasional yang
masuk akal sehingga sering lebih merasa nyaman berhadapan dengan sesuatu yang
dapat dikategorisasi, diukur, dianalisa dan ditilik kuantitasnya dalam berbagai
cara. Kecerdasan logika matematika juga terkait erat dengan kecerdasan
linguistik terutama dalam kaitannya dengan penjelasan alasan-alasan logika.
Beberapa kegiatan yang dapat dengan mudah dilakukan
pada anak untuk stimulasi kecerdasan ini misalnya menyelesaikan puzzle,
mengenal bentuk geometri, memperkenalkan bilangan melalui sajak berirama dan
lagu, eksplorasi pikiran melalui diskusi dan olah pikir ringan, pengenalan
pola, eksperimen dialam, memperkaya pengalaman berinteraksi dengan konsep
matematika, menggambar dan membaca dan lainnya.
4.
Kecerdasan Visual-Spasial (Visual-Spatial
Intelligence)
Kecerdasan visual-spasial memungkinkan orang
membayangkan bentuk geometri atau tiga dimensi dengan lebih mudah karena ia
mampu mengamati dunia spasial secara akurat dan mentransformasikan persepsi ini
termasuk di dalamnya adalah kapasitas untuk memvisualisasi, menghadirkan visual
dengan grafik atau ide spasial, dan untuk mengarahkan diri sendiri dalam ruang
secara tepat. Kecerdasan ini juga membuat individu mampu menghadirkan dunia
ruang secara internal dalam fikirannya. Cara inilah yang digunakan pelaut atau
pilot pesawat terbang ketika mengarungi ruang dunia.
Gardner mendefinisikan kecerdasan spasial sebagai
kemampuan untuk mengenali pola visual baik yang besar maupun yang kecil.
Visualisasi spasial mengacu pada kemampuan untuk membayangkan pergerakan obyek
dan biasanya diukur dengan rotasi mental (Carroll, 1993). Kecerdasan spasial
meliputi kemampuan-kemampuan untuk merepresentasikan dunia melalui
gambaran-gambaran mental dan ungkapan artistik (Shearer, 2004). Gardner
(2003:173) mengakui bahwa “Pusat bagi kecerdasan ruang adalah kapasitas untuk
merasakan dunia visual secara akurat, untuk melakukan transformasi dan
modifikasi terhadap persepsi awal atas pengelihatan, dan mampu menciptakan
kembali aspek dari pengalaman visual, bahkan sampai pada ketidakhadiran dari
stimulus fisik yang berhubungan dengan pengalaman visualnya”. Ada banyak
profesi atau ciri orang yang memerlukan kecerdasan ruang seperti, seorang
pelaut memerlukan kemampuan untuk mengemudikan perahunya dengan bantuan peta;
seorang arsitek dapat memanfaatkan sepetak ruang untuk membuat bangunan, dan
seorang gelandang harus mampu memperkirakan seberapa jauh penyerang dapat
menerima operan bola (Checkley, 1997). Kecerdasan visual-spasial berhubungan
dengan objek dan ruang yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
5.
Kecerdasan Kinestetik (Kinesthetic Intelligence)
Gardner (1999) menggambarkan kecerdasan kinestetik
sebagai potensi menggunakan seluruh tubuh atau bagian dari tubuh dalam
pemecahan masalah atau penciptaan produk. Shearer (2004: 5) menjelaskan bahwa
“Kecerdasan kinestetik menyoroti kemampuan untuk menggunakan seluruh badan
(atau bagian dari badan) dalam membedakan berbagai cara baik untuk ekspresi
gerak (tarian, akting) maupun aktivitas bertujuan (atletik)”. Penari dan
perenang merupakan contoh dalam mengembangkan penguasaan gerak badan mereka
sesuai gerakan khusus. Ada juga kemampuan menggerakkan objek dengan gerakan kompleks,
seperti pemain basebal dan pemain musik. Semua orang dengan kecerdasan
kinestetik-tubuh yang menonjol mampu menggunakan otot-ototnya untuk
mengendalikan gerak badannya, memiliki koordinasi tangan-mata, dan mampu
menggerakkan objek untuk melengkapi sejumlah gerak kompleks atau mengatur
sebuah pesan(Gardner,1983).
Individu dengan kecerdasan gerakan tubuh secara
alamiah memiliki tubuh yang atletis, memiliki ketrampilan fisik, kemampuan dan
merasakan bagaimana seharusnya tubuh membentuknya sehingga mahir menggunakan
seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan. Kecerdasan ini juga
termasuk ketrampilan koordinasi, keseimbangan, kelenturan, kekuatan,
fleksibilitas dan kecepatan.
Peran otak kanan dan kiri ternyata dapat diaktifkan
melalui gerakan tangan dan kaki dalam senam otak. Dengan mengaktifkan kedua
belahan otak, integrasi atau kerjasama antar keduanya akan terjadi. Hal ini
dimungkinkan, mengingat kedua belahan otak dihubungkan dengan corpus
collusum yakni simpul saraf komplek tempat terjadinya transmisi informasi
antar belahan otak. Bila sirkuit-sirkuit belahan otak tersebut cepat menyilang
maka kemampuan belajar anak bisa dibangkitkan. Ketrampilan yang dapat dilihat
pada anak dengan kecerdasan gerak tubuh antara lain berprestasi dalam bidang
olah raga kompetitif, bergerak-gerak ketika sedang duduk, terlibat dalam
kegiatan fisik seperti berenang, bersepeda, mendaki dan lain-lain.
6.
Kecerdasan Intrapersonal (Intrapersonal Intelligence)
Gardner (1999), mendefinisikan kecerdasan
intrapersonal sebagai kemampuan untuk memahami dan memiliki model kerja yang
efektif dari diri sendiri. Kecerdasan intrapersonal dalam konsep Gardner
termasuk kesadaran keinginan diri sendiri, ketakutan dan kemampuan untuk
mengambil keputusan. Domain dari kecerdasan intrapersonal adalah konsep
mengenai diri sendiri. Gardner menjelaskan bahwa secara umum kecerdasan
interpersonal terkait dengan metakognisi dan kemampuan monitoring diri pada
khususnya. Artinya setiap individu yang mempunyai kecerdasan intrapersonal yang
tinggi mampu menyadari apa yang mereka ketahui dan yang tidak diketahui.
Shearer (2004: 6) menjelaskan bahwa “Fungsi penting
dari kecerdasan intrapersonal ialah meliputi penilaian-diri yang akurat,
penentuan tujuan, memahami-diri atau instropeksi, dan mengatur emosi diri. Jika
seseorang sudah memiliki kecerdasan intrapersonal yang kuat maka ia mampu
memahami dirinya sebagai pribadi, apakah menyangkut potensi dirinya, bagaimana
ia mereaksi terhadap berbagai hal, dan apa yang menjadi cita-citanya (Checkley,
1997). Dengan kecerdasan intrapersonal yang baik diharapkan setiap orang mampu
membuat keputusan dan menentukan perilakunya tanpa harus selalu diarahkan dari
orang lain.
Kecerdasan intrapersonal merupakan kemampuan seseorang
untuk memahami diri sendiri, mengetahui siapa dirinya, apa yang dapat
dilakukan, apa yang ingin ia lakukan, bagaimana reaksi diri terhadap suatu
situasi dan memahami situasi seperti apa yang sebaiknya ia hindari serta
mengarahkan dan mengintrospeksi diri.
Sekolah diharapkan dapat memotivasi siswa yang
memiliki masalah kemampuan pemahaman diri, percaya diri atau penghargaan
terhadap diri sendiri dengan memberikan pengajaran berdasarkan program 4A yaitu
attention, acceptance, appreciation, affection. Para pendidik
dapat memberikan rangsangan untuk mengembangkan potensi intrapersonal anak
dengan cara menciptakan citra diri positif, menciptakan suasana sekolah yang
mendukung pengembangan kemampuan intrapersonal dan penghargaan diri anak,
menuangkan isi hati dalam sebuah buku harian, memperbincangkan kelemahan,
kelebihan dan minat anak, memberi kesempatan untuk menggambar diri sendiri dari
sudut pandang anak, membayangkan diri di masa akan datang, dan mengajak
berimajinasi menjadi satu tokoh dari sebuah cerita.
7.
Kecerdasan Interpersonal (Interpersonal Intelligence)
Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk bisa
memahami dan berkomunikasi dengan orang lain, serta mampu membentuk dan menjaga
hubungan, dan mengetahui berbagai peran yang terdapat dalam suatu lingkungan
sosial. Memiliki interaksi yang baik dengan orang lain, pintar menjalin hubungan
sosial, serta mampu mengetahui dan menggunakan beragam cara saat berinteraksi,
adalah ciri-ciri kecerdasan interpersonal yang menonjol.
Gardner (1983), individu yang tinggi dalam kecerdasan
interpersonal memahami niat, motivasi, kebutuhan, keinginan orang lain dan
mampu bekerja secara efektif. Gardner menyatakan bahwa guru, dokter, tenaga
penjual, politisi dan pemimpin agama semuanya menggunakan kecerdasan
interpersonal. Kecerdasan interpersonal berhubungan dengan kecerdasan emosi,
yang dapat dikaitkan dengan kepribadian bergantung pada bagaimana mengukurnya.
O’Connor & Little (2003) menjelaskan bahwa basis kecerdasan emosional
berkorelasi tinggi dengan kemampuan kognitif dibandingkan dengan kepribadian.
Kecerdasan interpersonal, sebagai sisi lain dari kecerdasan
intrapersonal, sangat berhubungan dengan kemampuan untuk memahami orang lain.
Shearer (2004: 6) menyatakan bahwa “Kecerdasan interpersonal mendorong
keberhasilan seseorang dalam mengatur hubungan antar individu. Dua keterampilan
pokok itu merupakan kemampuan untuk mengenali dan menerima perbedaan antar
individu dan kemampuan untuk mengenali emosi, suasana hati, perspektif, dan
motivasi orang”. Contoh profesi yang pekerjaan sehari-harinya berhadapan dengan
orang, seperti guru, dokter, polisi, atau pedagang perlu lebih trampil dalam
kecerdasan interpersonal supaya lebih berhasil di tempat kerja (Checkley,
1997). Namun hal itu jauh lebih sulit bagi beberapa orang yang bekerja bersama
orang lain di mana mereka tidak bisa memahami atau dengan siapa mereka tidak
bisa berhubungan.
Pada dasarnya, anak-anak akan belajar menyesuaikan
diri dengan tuntutan sosial dan menjadi pribadi yang mampu berinteraksi dengan
lingkungan sosialnya, hal ini bergantung pada empat faktor. Pertama,
faktor kesempatan bersosialisasi. Kedua, mampu menampilkan topik yang
dapat dipahami dan menarik bagi orang lain tapi pembicaraan yang bersifat
sosial, tidak bersifat egosentrik dan dapat diterima oleh lingkungan sosialnya.
Ketiga, anak harus mampunyai motivasi, bergantung pada tingkat kepuasan
yang diperoleh dari aktivitas sosial anak. Jika ia memperoleh kesenangan
melalui hubungan sosial dengan orang maka iapun akan mengulangi perilaku
tersebut. Keempat, metode belajar saat berinteraksi sosial dengan orang
lain yang efektif, adalah melalui teladan yang diberi oleh orang tua ataupun
pendidik di rumah dan di sekolah.
8.
Kecerdasan Naturalis (Naturalist Intelligence)
Gardner (1999) menggambarkan seorang naturalis sebagai
salah seorang yang mampu mengenali dan mengklasifikasikan obyek. Shearer (2004:
6) menjelaskan bahwa “Orang yang menonjol dalam kecerdasan naturalis
menunjukkan rasa empati, pengenalan, dan pemahaman tentang kehidupan dan alam
(tanaman, hewan, geologi)”. Ada banyak bidang pekerjaan yang menghendaki bakat
naturalis, seperti petani, ilmuwan, ahli tanah, dan orang yang berciri khas
mengamati perilaku alam (Shearer, 2004). Walaupun ada banyak bidang pekerjaan
yang memerlukan kekuatan kecerdasan naturalis, banyak orang dapat memiliki
kekuatan kecerdasan naturalis dengan pemahaman sederhana dan memahami hakikat
alam.
Kecerdasan naturalis ini pada dasarnya berkaitan
dengan kemampuan merasakan bentuk-bentuk serta menghubungkan elemen yang ada di
alam. Kecerdasan naturalis adalah kecerdasan yang dimiliki semua orang pada
awal kehidupannya. Anak kecil memiliki kecerdasan naturalis lebih baik daripada
orang dewasa, karena anak pada umumnya dapat menikmati lingkungan alam secara
mendalam dan tidak menganggap lingkungan sekitarnya hanyalah latar belakang
dari setiap peristiwa yang ia alami. Para ahli sepakat bahwa kecerdasan dapat
berubah, tetapi perubahan kecerdasan sangat dipengaruhi oleh waktu dan akan
semakin terasah apabila anak tersebut tetap tinggal di lingkungan yang terus
menerus memberinya rangsangan. Anak yang hidup dalam budaya agraris, petani,
pemburu, dan nelayan umumnya memiliki kecerdasan naturalis yang menonjol dan
kecerdasan ini bertahan hingga mereka dewasa.
Menurut Fetsco, Thomas dan McClure
(2005:363) mendeskripsikan kedelapan inteligensi seperti pada tabel berikut:
D. Strategi Pengajaran Multiple
Inteligence (Kecerdasan Majemuk)
Strategi pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan
anak mengembangkan kecerdasan majemuknya dapat dilakukan dengan berbagai cara
sesuai dengan kecerdasan yang dimilikinya. Strategi pengajaran yang dapat
dilakukan antara lain:
1.
Kecerdasan Linguistik (Word Smart)
·
Mengajak anak berdialog dan berdiskusi
·
Membacakan cerita
·
Bermain peran
·
Memperdengarkan lagu atau dongeng
anak-anak
·
Mengisi buku harian dan menulis surat pada
teman
2.
Kecerdasan Logika Matematika (Logic Smart)
·
Bermain puzzel atau ular tangga
·
Bermain dengan bentuk-bentuk geometri
·
Pengenalan bilangan melalui nyanyian,tepuk,dan
sajak berirama
·
Eksperimen sederhana,misalnya mencampur
warna
·
Mengenalkan cara menggunakan kalkulator
dan komputer
3.
Kecerdasan Kinestetik (Body Smart)
·
Mengajak anak menari bersama
·
Bermain peran
·
Bermain drama
·
Berolahraga
·
Meniru gerakan orang lain
4.
Kecerdasan Visual Spasial (Picture Smart)
·
Mengajak anak melukis,menggambar,atau
mewarnai
·
Memberikan kesempatan anak untuk
mencoret-coret
·
Membuat prakarya
·
Menggambarkan benda-benda yang disebut
dalam sebuah lagu atau sajak
·
Bermain balok,lego,atau puzzel
5.
Kecerdasan Intrapersonal (Self Smart)
·
Bercakap-cakap tentang cita-cita
·
Mengisi buku harian atau jurnal sederhana
·
Bermain menghadap cermin dan menggambarkan
atau menceritakan apa yang dilihatnya
·
Mengajak anak berimajinasi menjadi tokoh
sebuah cerita dalam buku
·
Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
6.
Kecerdasan Interpersonal (People Smart)
·
Membuat peraturan bersama dalam keluarga
melalui diskusi
·
Memberi kesempatan tanggung jawab di rumah
·
Melatih anak-anak menghargai perbedaan
pendapat
·
Menumbuhkan sikap ramah dan peduli sesama
·
Melatih anak mengucapkan terima
kasih,minta tolong,atau minta maaf
·
Melatih kesabaran menunggu giliran
7.
Kecerdasan Musikal (Music Smart)
·
Mengajak anak bermain alat musik,baik alat
musik sungguhan maupun alat musik buatan sendiri
·
Meminta anak untuk menciptakan sendiri
irama
·
Diskografi,yaitu mencari lagu atau lirik
potongan lagu yang berhubungan dengan topik tertentu
·
Meminta anak-anak untuk mengarang sebuah
lagu sederhana baik mengganti syairnya saja maupun dengan melodinya
·
Menirukan berbagai nada,memperdengarkan
musik instrumentalia,dan mengajak anak bernyanyi sendiri atau bersama-sama
8.
Kecerdasan Naturalis (Nature Smart)
·
Karya wisata alam
·
Menceritakan apa yang dilihat ketika
memandang keluar jendela
·
Memelihara hewan atau membawa hewan ke
kelas dan anak-anak diminta untuk mengamatinya
·
Menanam pohon di halaman rumah dan
mencatat perkembangannya
·
Membuat herbarium sederhana atau membuat
kebun/taman sebagai proyek bersama
DAFTAR
RUJUKAN
Armstrong, T. (2000). Multiple Intelligence in The Classroom.
Alexandria, Virginia US : ASCD
Armstrong, T. (2004). Kamu itu Lebih Cerdas daripada yang Kamu
Duga. Alih bahasa : Arvin Saputra. Batam : Interaksara
Gardner, H. (2003). Kecerdasan Majemuk : Teori dalam Praktek.
Alih bahasa : Arvin Saputra. Batam : Interaksara
Fetsco, Thomas dan
McClure, John. 2005. Educational
Psychology:an integrated approach to classroom decisions. United States of
America: Pearson Education
Shearer, C.B. (2004). Multiple Intelligences After 20 years.
Teachers College Record, 106(1), 2 -16
Beth
A. Visser., Michael C. Ashton., Philip A. Vernon. 2006. Beyond g: Putting
multipel intelligences theory to the test, (Online)(www.sciendirect.com), diakses 12 April
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar